Sastrawan Sapardi Djoko Damono. Bisnis
Relationship

Sejarah 19 Juli, Meninggalnya Sastrawan Sapardi Djoko Damono dan Penulis Sjumandjaja

Mia Chitra Dinisari
Selasa, 19 Juli 2022 - 09:59
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Hari ini, 19 Juli 2022 merupakan hari meninggalnya sastrawan Sapardi Djoko Damono yang meninggal pada 19 Juli 2020 lalu.

Dia meninggal di RS Eka Hospital, Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan. 

Sapardi Djoko Damono lahir di Surakarta, 20 Maret 1940, dan dikenal melalui berbagai puisinya mengenai hal-hal sederhana tetapi penuh makna kehidupan, sehingga beberapa di antaranya sangat populer, baik di kalangan sastrawan maupun khalayak umum.

Masa muda SSD dihabiskan di Surakarta, karena lulus SMP Negeri 2 Surakarta pada 1955 dan SMA Negeri 2 Surakarta tahun 1958.

Pada masa sekolah itu, SDD sudah menulis sejumlah karya yang dikirimkan ke majalah-majalah. Kesukaannya menulis ini berkembang saat dia menempuh kuliah di bidang Bahasa Inggris di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Pada 1973, SDD pindah dari Semarang ke Jakarta untuk menjadi direktur pelaksana Yayasan Indonesia yang menerbitkan majalah sastra Horison.

Sejak 1974, dia mengajar di Fakultas Sastra, sekarang Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia. SDD pernah menjabat sebagai dekan FIB UI periode 1995-1999 dan menjadi guru besar.

Sapardi Djoko Damono banyak menerima penghargaan. Pada 1986, SDD mendapatkan anugerah SEA Write Award. Dia juga penerima penghargaan Achmad Bakrie pada 2003. Dia adalah salah seorang pendiri Yayasan Lontar. Dia menikah dengan Wardiningsih dan dikaruniai seorang putra dan seorang putri.

Sementara itu, penulis dan sutradara Sjumandjaja meninggal pada 19 Juli 1985.

Dia mulai menulis cerpen, sajak, dan kritik sastra setelah lulus SMA Taman Siswa. Sjumandjaja juga mulai mencoba bermain peran-peran kecil di sejumlah film. Pada tahun 1956, cerpen berjudul Keroncong Kemayoran yang dibuat olehnya diadaptasi menjadi sebuah film berjudul Saodah.

Pada tahun berikutnya yakni 1957, dia menjadi Asisten Sutradara dalam proses produksi film Anakku Sajang. Pada 1958, Sjumandjaja akhirnya bekerja di PT Persari dan bertugas dalam dapartemen penulisan yang dipimpin oleh Asrul Sani.

Setelah menyelesaikan studi di Rusia, Sjumandjaya kembali ke Indonesia. Pada tahun 1965, Sjuman tercatat pernah mengajar dalam Kursus Kader Karyawan Film di Mampang Prapatan.

Pada tahun 1966, dirinya diangkat menjadi Direktur di Direktorat Film Departemen Penerangan dari tahun 1967 hingga 1968. Di bawah kepemimpinannya, Direktorat Film melahirkan sejumlah kebijakan penting yang menjadi dasar perkembangan film di Indonesia.

Beberapa hal yang dianggap penting seperti diadakannya seminar persiapan UU Perfilman dan terbitnya SK Menteri Penerangan No. 71/1967 tentang pengumpulan dana lewat film impor yang digunakan untuk meningkatkan produksi dan rehabilitasi film nasional.

Selain itu, lahir pula Dewan Produksi Film Nasional yang bertugas untuk membuat film percontohan. Pembuatan film-film percontahan ini bertujuan untuk mengubah orientasi para pembuat film yang saat itu banyak memproduksi film kodian. Setelah selesai bertugas di Direktorat Film, Sjumandjaya kembali aktif menulis dan beberapa kali ikut bermain peran.

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro