Bisnis.com, JAKARTA – Belakangan tren konversi rokok tembakau menjadi rokok elektrik atau vape mengalami peningkatan. Vape diklaim mampu jadi alternatif merokok yang dinilai “lebih sehat”, apakah benarkah demikian?
Pada dasarnya, baik rokok ataupun vape memiliki efek samping dan risiko yang sama berbahaya untuk tubuh. Hingga saat ini, vape dinilai jauh lebih aman karena para ilmuwan belum sepenuhnya memahami efek kesehatan jangka panjang dari penggunaanya tersebut karena belum ada penelitian yang secara lebih jauh dilakukan untuk menelitinya.
Dilansir dari Medical News Today, nyatanya vape bukanlah alternatif yang aman digunakan untuk merokok. Vaping melibatkan penghirupan aerosol yang mengandung beberapa bahan kimia, termasuk nikotin dan penyedap yang masuk ke tubuh melalui alat hisap vape atau perangkat lain.
Lantas, mana yang lebih aman?
Baik rokok dan vape pada dasarnya tidak mampu membawa manfaat bagi kesehatan manusia. Berdasarkan bukti yang ada, rokok memang diketahui lebih berbahaya daripada vaping. Meskipun demikian, tidak dibenarkan bahwa vape diklaim lebih aman bagi tubuh.
Asap rokok sangat berbahaya bagi tubuh lantaran mengandung lebih dari 7.000 bahan kimia. Ratusan bahan kimia ini beracun, dan sekitar 70 menyebabkan kanker.
Sedangkan cairan vape mengandung jauh lebih sedikit kontaminan daripada rokok. Meskipun demikian, vape tidak sepenuhnya aman.
Risiko bahaya kesehatan bagi pengguna aktif vape antara lain:
1. Vape dapat mengandung nikotin dalam dosis besar, zat yang diketahui memperlambat perkembangan otak pada janin, anak-anak, dan remaja.
2. Kandungan zat dalam liquid vape yang telah berubah menjadi uap berbahaya bagi orang dewasa dan anak-anak jika tertelan, terhirup, atau terkena kulit
3. Vaping juga miliki kandungan bahan kimia berbahaya, termasuk diacetyl yang merupakan bahan kimia penyebab kanker, logam berat, dan senyawa organik yang mudah menguap (VOC).
4. Sementara itu, mengacu pada rilis yang dibagikan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC), pada awal 2020 terdapat sekitar 2.800 pasien rawat inap di Amerika dengan total kematian dengan total 68 orang yang di antaranya meninggal akibat vaping.
Namun, penghapusan vitamin E asetat dari cairan vape bersama dengan bahan berbahaya lainnya, dinilai dapat menurunkan gejala dari risiko vape sebagaimana yang telah disebutkan diatas.
Seorang perempuan sedang memegang vape atau rokok elektrik
Efek Jangka Panjang Rokok dan Vape
Rokok dan vape bila digunakan dalam jangka panjang mampu meningkatkan risiko berbagai masalah kesehatan. Mulai dari peningkatan asma hingga meningkatkan risiko stroke. Sehingga, mengetahui efek jangka panjang penggunaan keduanya sangat penting untuk diketahui.
Efek jangka panjang dari merokok
Merokok memiliki banyak efek buruk jangka panjang pada tubuh. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menjelaskan bahwa efek jangka panjang dari merokok diantaranya:
1. mengurangi jumlah sperma
2. meningkatkan risiko keguguran atau cacat bawaan
3. meningkatkan risiko katarak
4. merusak fungsi sistem kekebalan tubuh
5. meningkatkan peradangan umum
6. dapat menyebabkan kanker di hampir semua bagian tubuh, termasuk paru-paru, ginjal, dan perut
7. memicu serangan asma
8. menyebabkan penyumbatan di pembuluh darah dan arteri
9. meningkatkan risiko stroke
Efek jangka panjang dari ngevape
Penelitian umumnya menemukan bahwa vape dapat membahayakan paru-paru dan sistem tubuh lainnya. Dalam sebuah studi tahun 2019 tentang efek kesehatan jangka panjang dari vaping ditemukan bahwa orang yang menggunakan rokok elektrik memiliki risiko penyakit pernapasan yang lebih tinggi daripada orang yang tidak pernah merokok.
Adapun risiko serta efek jangka panjang dari penggunaan vape antara lain:
1. Merusak paru-paru
2. Melepaskan radikal bebas yang mendorong perkembangan kanker
3. Melemahkan sistem kekebalan tubuh
4. Menunda perkembangan otak pada janin, anak-anak, dan remaja
Beberapa orang juga melaporkan mengalami luka bakar saat mengisi ulang e-rokok karena baterai rusak yang menyebabkan ledakan.
Sifat aditif dari merokok dan vape
Nikotin merupakan salah satu zat yang sangat adiktif. Institut Nasional Penyalahgunaan Narkoba (NIDA) menyatakan bahwa terdapat sekitar setengah dari semua perokok yang mencoba untuk berhenti setiap tahun dan hanya 6 persen yang berhasil melakukannya.
Dalam sebuah studi yang dilakukan pada 2019, ditunjukkan bahwa rokok elektrik (vape) yang mengandung nikotin lebih tinggi mungkin memiliki potensi kecanduan yang lebih besar daripada pengguna rokok tembakau. Sementara itu, para peneliti mencatat bahwa peserta penelitian yang aktif menggunakan kedua jenis rokok (vape dan tembakau) memiliki ketergantungan nikotin yang lebih tinggi dibandingkan dengan rokok elektrik.