Bisnis.com, JAKARTA - Nama Daeng Soetigna sangat lekat diperbincangkan jika membahas soal alat musik angklung.
Apalagi, kini Google Doodle menampilkan animasi angklung. Tentu, ini menjadi pengingat bahwa 16 November 2022 merupakan peringatan Hari Angklung Sedunia. Di mana, pada 2010 lalu UNESCO secara resmi menyatakan angklung sebagai Warisan Dunia.
Bahkan, sebagai alat musik tradisional asli Indonesia, angklung juga akan menjadi salah satu pentas seni yang turut menyemarakkan gelaran Piala Dunia 2022 Qatar.
Piala Dunia 2022 Qatar nantinya bakal digulirkan mulai 20 November hingga 18 Desember mendatang.
Berkat pengetahuannya tentang musik secara mendalam, angklung telah berhasil diangkatnya menjadi milik nasional, yang ditampilkan secara massal tidak saja dalam momen-momen seni yang bersifat nasional, tetapi juga pada tingkat-tingkat internasional.
Lantas, siapa Daeng Soetigna dan Mang Udjo? Berikut ulasan Bisnis selengkapnya.
Profil Daeng Soetigna
Melansir dari Buku ‘Daeng Soetigna, Bapak Angklung Indonesia’ yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah Nasional Jakarta, disebutkan bahwa Daeng Soetigna memiliki nama kecil Oetig.
Nama "Daeng" mempunyai riwayat tersendiri. Ayahnya mempunyai seorang sahabat dari Makassar yang bergelar Daeng. Daeng dari Makassar ini sangat pandai. Sehingga, sang ayah punya harapan jika kelak anaknya lahir, dapat dinamai Daeng agar bisa menjadi seseorang yang pandai.
Daeng Soetigna dilahirkan di Pameungpeuk, Garut, sebuah kota di Pantai Selatan Garut yang berhadapan dengan Samudra Hindia, pada hari Rabu tanggal 13 Mei 1908.
Dia berasal dari keluarga priyayi Sunda dan mewarisi bakat mendidik dari ayahnya dan bakat seni dari ibunya. Ayahnya bemama Mas Kartaatmadja yang bekerja terakhir sebagai mantri guru di Pangandaran, Ciamis Selatan. Sementara, ibunya benama Nyi Raden Ratna Soerasti.
Diketahui, dirinya sempat menempuh pendidikann di HIS Garut. Lalu, Daeng kembali melanjutkan sekolah menengahnya di Kweekschool. Dia juga sempat mendapat kesempatan mengikuti pendidikan formal yaitu B I Seni Suara selama tiga tahun (1954).
Kemudian, sehabis memperoleh ijazah B I Seni Suara, pada tahun 1955 Daeng bersama 16 orang rekan guru mendapat tugas belajar dalam rangka Cclombo Plan ke Australia ( 1955- 1956).
Perjalanan Karier Daeng Soetigna dalam Memperkenalkan Angklung
Setelah menamatkan sekolah di Kweekschool pada tahun 1928, Daeng yang saat itu berusia 20 tahun, diangkat menjadi guru Sekolah Dasar ( Gonvernement Schakelschool) di Cianjur.
Tak lama dirinya pun pindah ke Kuningan. Di Kuningan Daeng tinggal cukup lama dan pada tanggal 16 November 1938, dia mulai mempopulerkan angklung.
Ternyata, ada unsur ketidaksengajaan, ketika Daeng membuat angklung populer. Itu karena awalnya dia tertarik dengan suara angklung karena teringat pada masa kecil dan sekolah di Garut.
Dia pun mencari seseorang yang biasa membuat angklung dan akhirnya Daeng bertemu dengan seorang tua yang bernama Djaja. Akhirnya, Daeng belajar mencari suara dari bambu dan "menyetemnya".
Atas keuletannya, membuat Daeng berhasil membuat do-re-mi dari sepotong bambu. Dengan berbekal sepotong bambu (angklung) itu kelak Daeng berhasil mengelilingi dunia (1938-1984).
Sejak saat itu, angklung inilah yang kemudian diperkenalkan dan dipopulerkannya di Kuningan maupun di luar Kuningan. Angklung inilah yang kemudian disebut "angklung modern" atau disebut pula menurut nama pembaharunya (Bapak) Daeng dengan "Angklung Padaeng” yang mendunia.