Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Jokowi menjamu para tamu delegasi Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Presidensi G20 di Bamboo Dome di Apurva Kempinski, Nusa Dua, Bali pada 15 November kemarin.
Bangunan ini, berada di tepi pantai ini dekat Hotel Apurva Kempinski.
Bamboo Dome ini merupakan mahakarya kolaborasi Elwin Mok, visual creative consultant KTT G20, Rubi Roesli, desainer Bamboo Dome, dan Ashar Saputra, pakar bambu dari Universitas Gadjah Mada.
Ashar Saputra menceritakan kisahnya di balik pembuatan Bamboo dome tersebut.
Awal mula Ashar terlibat ketika sang kawan yang merupakan penggiat bambu dari Bali menawarkan kerja sama dengan panitia nasional G20 dalam pembuatan lokasi jamuan makan para pemimpin dan delegasi G20.
Kala itu, katanya, dia hanya diberikan waktu yang singkat untuk menyelesaikan proyek itu dengan pilihan lokasi yang estetik dan aman.
“Kami hanya disediakan tiga minggu untuk menyelesaikan Bamboo Dome. Ini menuntut kerja sama yang intens antara arsitek, perajin bambu, dan saya untuk memastikan keamanannya sehingga harus dikawal dengan cukup ketat karena pekerjaannya cukup banyak dan harus zero tolerance terkait keamanan struktur bangunan,” papar Dosen Departemen Teknik Sipil FT UGM ini dikutip dari laman resmi UGM.
Diapun menceritakan bambu dipilih karena memiliki keunikan sebagai bahan yang mudah dibentuk melengkung karena sifatnya yang lentur dan elastis. Selain itu, juga dikenal kuat atau tahan terhadap guncangan gempa.
Bambu utama yang digunakanpun adalah bambu apus. Sebagai penyangga, dipakai bambu petung dari Tabanan yang dibawa ke Gianyar untuk digarap oleh perajin.
Pengerjaan itu, lanjutnya, dimulai dari menentukan pondasi, menyusun lengkung-lengkung utama, hingga pengujian struktur lengkungnya.
Adapun tantangan dalam pembuatanya, menurut Ashar adalah bagaimana membentuk lengkungan yang estetik, aman. Merekapun harus memenuhi standar ketinggian, dimensi, kematangan, maupun kinerja sambungannya.
Diapun menceritakan ketika hujan lebat dan angin kencang di Nusa Dua selama 2 jam. Saat itu, dia bisa tahu sejauhmana ketahanan bangunan yang digarapnya tersebut.
“Di titik ini saya menjadi yakin dengan keamanan struktur bangunan Bamboo Dome yang hampir 100% pengerjaannya, ketika saya tidak dapat menguji secara langsung tetapi bangunan langsung diuji oleh alam,” kenangnya.
Dia berharap ke depannya bambu dapat dimanfaatkan dan diperkenalkan lebih baik kepada masyarakat. Ia juga berharap di masa depan UGM bisa membuat bangunan yang bagus, lekat dengan Indonesia, dan dapat menjadi nilai tambah bagi masyarakat.
Ashar sendiri, dikenal sebagai peneliti yang giat mengkaji bambu. Awal keseriusannya meneliti bambu terjadi pada 2008. Kala itu ia bekerja sama dalam pembangunan sekolah alam internasional yang seluruh bangunannya menggunakan bambu di Bali. Dari awal kerja sama tersebut ia kenal dengan para penggiat bambu. Sampai saat ini Ashar telah bekerja sama dengan penggiat bambu untuk membuat bangunan bambu, tak hanya di Indonesia, namun juga di beberapa negara seperti Belgia, Cina, dan India.