Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia kaya akan budaya dan tradisi yang, melekat di negara kepulauan ini. Menurut sensus BPS tahun 2010, Indonesia memiliki 300 kelompok etnik atau suku bangsa atau sekitar 1.340 suku. Tidak heran jika banyak sekali pakaian tradisional di Indonesia, salah satunya kebaya.
Kebaya atau kabaya tidak hanya menjadi salah satu pakaian tradisional salah satu suku saja, tetapi banyak suku di Indonesia yang pakaian tradisionalnya adalah kebaya dengan ciri khas dan motif tersendiri.
Mengutip laman Warisan Tak Benda Kemdikbud, kabaya atau kebaya merupakan pakaian perempuan bagian atas dan dipakai bersama kain panjang atau sarung untuk bagian bawahnya. Ini biasanya dipakai untuk acara-acara resmi dan adat seperti pada upacara-upacara kelahiran anak, meliputi selamatan, khitanan, gunting rambut, lalu juga digunakan saat acara pernikahan dan acara kedukaan/kematian.
Sejarah kebaya Indonesia
Mengutip jurnal berjudul "Kebaya Kontemporer Sebagai Pengikat Antara Tradisi dan Gaya Hidup Masa Kini" yang ditulis oleh Fita Fitria dan Novita Wahyuningsih, Program Studi Seni Murni Fakultas Seni Rupa dan Desain, Universitas Sebelas Maret Surakarta, disebutkan, kebaya dalam catatan sejarah, berasal dari bahasa bahasa Arab, Tiongkok dan Portugis.
Catatan sejarah lain menyebutkan kebaya berasal dari bahasa Arab habaya berarti pakaian labuh yang memiliki belahan depan. Sementara, dalam jurnal tersebut juga dituliskan, seorang sejarawan Jawa Denys Lombard, menyebutkan kebaya ini berasal dari bahasa Arab Kaba’ yang berarti pakaian. Hingga kini, istilah abaya juga masih dipakai dalam bahasa arab untuk menyebut pakaian tunik panjang.
Catatan lain menyebutkan, kebaya diperkenalkan lewat bahasa Portugis saat datang ke kawasan Asia Tenggara. Sama seperti saat ini, pada masa itu kebaya digunakan untuk menyebut atasan atau blouse yang dikenakan oleh wanita Indonesia abad ke-15 dan 16 Masehi.
Abad ke-15 dan abad ke-16 Masehi
Dari bangsa Portugis ini, berarti wanita Indonesia sudah menggunakan kebaya sejak abad ke-15 dan 16 Masehi. Sementara pada akhir abad ke 16 Masehi, mulai kebaya dikenal sebagai busana yang hanya digunakan oleh keluarga keturunan kerajaan di Pulau Jawa.
Abad ke-19 Masehi
Pada abad ke-19 Masehi ini, kebaya dikenakan oleh kelas sosial tertentu di Tanah Jawa. Selain itu, perempuan Belanda dan para perempuan belanda yang berdatangan hijrah ke Hindia juga mengenakan kebaya.
Lalu, pada masa pendudukan Jepang, kebaya kemudian mengalami kemerosotan status, menjadi pakaian sehari-hari yang digunakan oleh pribumi tahanan dan pekerja paksa perempuan.
Abad ke-20 Masehi
Sedangkan pada abad ke-20 atau awal tahun 1900 Masehi, kebaya kemudian menjadi pakaian khas masyarakat menengah di Jawa. Sedangkan untuk para priyayi keturunan ningrat kebaya digunakan sebagai busana sehari-hari.
Di Kerajaan Yogyakarta dan Solo, kebaya dikenakan dengan hiasan atau ornamen tambahan berupa sulaman lambang kerajaan. Selain itu, pada masa ini, kebaya juga digunakan oleh para keturunan Cina dan Belanda.
Setelah kemerdekaan Indonesia
Setelah Indonesia merdeka, kebaya kemudian meluas di kalangan masyarakat. Bahkan sudah menjadi identitas perempuan Indonesia. Meskipun pada tahun 1970an banyak kalangan yang menganggap kebaya sebagai busana tradisional yang sudah ketinggalan zaman.
Hingga banyak perancang busana yang memodifikasi kebaya menjadi busana yang menarik dan lebih trendy dengan tambahan bahan yang lebih mewah seperti sutera organdi ataupun bahan tekstil lainnya.
Perbedaan kebaya tradisional dan modern
Kebaya merupakan pakaian tradisional yang dipadupadankan dengan kain, batik, songket ataupun yang bercorak warna-warni. Kebaya tradisional identik dengan brokat, lengan dan kerah masih terikat dengan pakem-pakem ataupun hanya digunakan di daerah-daerah tertentu saja. Sedangkan kebaya modern didesain dengan tidak menghilangkan pakem (cutting), namun bisa dipadupadankan dengan kebutuhan pemakai, bahannya juga menjadi beragam serta bisa digunakan di berbagai acar baik formal ataupun santai.
Upaya mendaftarkan budaya menjadi warisan budaya tak benda di UNESCO
Kebaya sebagai warisan busana Nusantara telah ada sejak ratusan tahun lalu. Kini keberadaan kebaya sudah saatnya diakui oleh dunia sebagai busana yang khas dengan beroleh pengakuan warisan dunia tak benda dari UNESCO agar tetap lestari. Pengakuan UNESCO ini akan diperoleh dengan cara yang tak mudah, harus melalui proses panjang. Untuk itu, lebih dulu harus diakui, kemudian diupayakan oleh berbagai kalangan pengampu budaya.
Langkah awal agar kebaya memperoleh pengakuan sebagai warisan budaya tak benda dari Indonesia didorong melalui gerakan “Kebaya Goes to UNESCO” sebagai bukti bahwa kebaya memperoleh dukungan luas dan terus berkembang mewarnai khazanah busana dunia.
Ketua Pertiwi Indonesia, Shinta Omar Anwar menyampaikan komitmennya untuk mendukung pelestarian budaya khususnya kebaya sebagai warisan leluhur bangsa. Shinta menyatakan bahwa seluruh cabang Pertiwi Indonesia di berbagai wilayah mendukung kebaya didaftarkan sebagai warisan budaya takbenda ke UNESCO (Kebaya Goes to UNESCO).
Ketua Umum Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI) Rahmi Hidayati menambahkan bahwa proses pendaftaran usulan agar kebaya menjadi warisan budaya takbenda asal Indonesia ke UNESCO ini butuh dukungan semua pihak. “Saya senang kaum muda sekarang senang berkebaya,” imbuhnya yang pagi itu hadir dengan balutan kebaya bernuansa merah.
Komisi X DPR RI pun mendesak Kemendibudristek RI bekerja sama dengan Komunitas Kebaya melakukan kajian secara mendalam untuk memastikan inskripsi dari Kebaya yang akan didaftarkan ke UNESCO sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia guna memperkuat pendaftaran secara single nomination, bukan multinational nomination.
Selain itu, Komisi X DPR RI juga mendorong pemerintah bekerja sama dan berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan seperti komunitas kebaya dan komunitas budaya lainnya untuk melakukan langkah-langkah yang diperlukan dalam upaya menetapkan Hari Berkebaya Nasional.
Kemudian untuk mendukung proses pendaftaran tersebut, Komisi X DPR RI mendorong pemerintah untuk membuat strategi pemajuan kebudayaan yang berciri khas budaya indonesia, di mulai dari mendata, menggali, hingga menetapkan jenis-jenis budaya yang akan didaftarkan ke UNESCO.