Bisnis.com, JAKARTA - Brand lokal Sukkha Citta kian menyita perhatian publik. Pasalnya, brand ini secara sukses menempatkan kepedulian terhadap isu lingkungan dan kesejahteraan sosial sebagai pilar-pilar penting bisnisnya. Baru-baru ini juga Sukkha Citta mendapatkan sertifikasi B Corp dan Ethically Handcrafted sebagai standar pelopor fesyen berkelanjutan.
Hal ini tentu menjadi kabar baik bahwa potensi bisnis fesyen berkelanjutan, karena bisnis ini terus mendapat dukungan dari sejumlah pihak.
Tak hanya itu, dukungan tersebut pun nyatanya diiringi dengan perubahan perilaku konsumen yang kini mulai cenderung memilih dan beralih pada material yang ramah lingkungan, upcycle hingga reuse.
Terbukti, Sukkha Citta mendapat respon positif dari pasar hingga dapat menembus pasar global hingga ke 30 negara.
Lantas, seperti apa perjalanan bisnis dari Sukkha Citta yang berhasil membuat produk dari para ibu-ibu di daerah mampu menembus pasar global? Berikut ulasan Bisnis selengkapnya.
Profil Bisnis Sukkha Citta
Sukka Citta sendiri berdiri sejak 2018 ketika sang pendiri, yaitu Denica Riadini-Flesch merasa resah kala dirinya melihat langsung bagaimana situasi di Indonesia utamanya para perajin kain di daerah yang tidak mendapat upah yang layak.
Adapun, hal yang menjadikan dirinya mengetahui kondisi nyata tersebut, sebab dirinya bekerja di salah satu NGO Internasional, di mana secara kebetulan Denica harus melakukan survei ke desa-desa. Lalu, sampai di tahap Denica menyadari bahwa apa yang dilakukannya selama bekerja di sana, belum tepat sasaran.
Situasi tersebut lantas menggugah hati Denica dan memotivasinya untuk mendirikan Sukkha Citta, sebuah jenama mode ramah lingkungan yang berkonsep perusahaan sosial yang mengusung pemberdayaan perempuan.
“Adapun, alasan yang membuat Sukkha Citta mengambil tindakan untuk memulai sustainable living. Karena, kami rasa kehidupan kita telah lama tidak memikirkan lingkungan. Bahkan, dengan populasi yang kian banyak, membuat permintaan baju makin banyak, membuat orang di balik proses hilir ikut terdampak,” ungkap Founder Sukkha Citta Denica Riadini-Flesch, Jumat (20/1/2023).
Dirinya menyebutkan, kini banyak petani yang menggunakan pestisida kimia untuk menghilangkan hama, gula karena hasil cepat terlihat. Padahal itu akan sangat merusak tanah dan kedepannya mengganggu mata pencaharian mereka.
Melalui serangkaian pendekatan, Sukkha Citta pun mengembangkan pengetahuan dari para Ibu-Ibu di desa untuk menciptakan pakaian menggunakan material dan proses alami, salah satunya dengan menggunakan pewarna alami yang berasal dari tanaman, mulai dari pelepah pisang hingga kayu secang.
Berikan Akses Langsung ke Pasar
Dimulai dari tiga ibu di desa pada tahun 2016, kini sudah ada lebih dari 1.480 ibu-ibu muda yang terlibat dalam social entrepreneurship ini, mulai dari petani hingga penjahitnya.
Tak hanya proses alami, Sukka Citta pun fokus dalam memberikan perbaikan ekonomi dengan memberikan sebesar 56 persen dari keuntungan penjualan untuk dikembalikan langsung ke para perajin di desa-desa.
“Kalau dulu ibu-ibu yang bergabung umurnya rata-rata 60 tahun. Tapi, sekarang karena mereka merasakan dampaknya, di mana kenaikan pendapatan mereka mencapai 70 persen hingga 100 persen, membuat terjadi regenerasi, di mana ibu-ibu muda sekitar umur 28 makin tertarik dan bergabung bersama kami,” jelasnya.
Denica mengatakan, Sukkha Citta pun memberikan semacam bentuk pendidikan bernama Yayasan Rumah Sukkha Citta, di mana para ibu akan diberikan edukasi terkait bisnis dan pemasaran yang saat ini telah tersebar di 8 titik, yakni di Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara.
Adapun, soal desain biasanya para ibu-ibu mengajukan ide motif terlebih dahulu. Nantinya, tim Sukkha Citta melakukan kurasi.
“Kami ingin mereka yang menanam, kami coba bantu diskusi hingga distribusi pakaian jadi, hingga akhirnya produk mereka bisa langsung punya akses ke pasar,” tuturnya.
Kini, Sukkha Citta bersama telah menanam kapas sendiri dengan menggunakan metode tumpang sari, sebuah metode dengan kearifan lokal yang alami agar terhindar dari hama tanpa menggunakan pestisida. Kapas yang menghasilkan kain, kemudian dijadikan pakaian untuk dikenakan dan 100 persen dapat ditelusuri asalnya.
Penjualan Tembus ke 30 Negara
Walau diakui oleh proses pengerjaan ini memakan waktu, tenaga dan biaya yang cukup lebih lama, namun respon pasar sangat positif. Melalui website, Sukka Citta telah berhasil melayani world shipping.
“Jadi, kami dari awal sebelum punya toko fisik di ASTHA, Jakarta Selatan. Kami memasarkannya di media sosial. Puji syukur, penjualan sudah mencapai 30 negara, mulai dari Amerika hingga Hungaria. Tapi, terbanyak ada di Singapura dan Amerika, dimana persentase fifty-fifty dengan konsumen Indonesia alias domestik,” ungkap Public Relations of Sukkha Citta, Arti.