Bisnis.com, JAKARTA - Jak-Anter layanan pengiriman obat ARV ke ODHIV yang tidak dapat mengunjungi fasilitas kesehatan dari USAID EpiC Indonesia dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta kini menggandeng aplikasi Good Doctor dan GrabHealth.
Kemitraan ini akan memperkuat program ini sehingga semakin dikenal dan dimanfaatkan oleh klien HIV-AIDS di DKI Jakarta.
Kerja sama ini akan melibatkan 11 puskesmas dan 1 klinik swasta yang ditunjuk oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Para dokter yang ditunjuk oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta diverifikasi terlebih dulu oleh Good Doctor sebelum mengikuti pelatihan yang diadakan oleh Good Doctor untuk meningkatkan kemampuan para dokter dalam melakukan telekonsultasi. Dengan demikian, kualitas layanan telekonsultasi yang diberikan mengikuti standar medis tertinggi yang selalu dijunjung oleh Good Doctor sejak awal beroperasi.
Klien yang sudah terdaftar di salah satu puskesmas atau klinik swasta dalam kerja sama ini jika ingin melakukan telekonsultasi dapat memilih jalur berbayar atau tidak berbayar. Pilihan ini tidak memengaruhi kualitas pelayanan yang diberikan. Semua klien akan memperoleh layanan kesehatan yang sama kualitasnya, hanya berbeda dari sisi fleksibilitas waktu. Selesai telekonsultasi, dokter akan meresepkan obat ARV sesuai dengan kebutuhan klien dan obat akan langsung diantar ke rumah klien. Apabila klien memerlukan pemeriksaan lebih lanjut, dokter akan merujuk klien ke fasilitas kesehatan offline.
Kemitraan ini juga sebagai salah satu cara untuk menyukseskan program Pemerintah dalam mengeliminasi HIV-AIDS “95-95-95” pada tahun 2030 yang berarti 95% ODHIV mengetahui status HIV-nya, 95% yang mengetahui statusnya mendapat ARV, dan 95% yang mendapat ARV mengalami supresi virus sehingga mengurangi kemungkinan menularkan virus ke orang lain.
Plt. Kepala Dinas Kesehatan DKI, drg. Ani Ruspitawati, M.M. menyampaikan, pada awalnya Jak-Anter adalah sebuah layanan yang merupakan respons saat pandemi agar klien HIV tetap dapat melanjutkan pengobatan, semua proses harus dilakukan secara manual.
"Saat ini, kita meneruskan praktik pengantaran yang dilaksanakan saat pandemi untuk klien yang membutuhkan dan memenuhi syarat. Sangat bersyukur saat ini proses pemesanan sudah dapat diakomodir dengan platform digital dan akan segera dimulai di 12 layanan. Semoga ke depannya lebih banyak lagi layanan HIV yang dapat disediakan dalam bentuk digital dengan kerahasiaan terjaga, agar upaya pengobatan maupun pencegahan dapat dilaksanakan secara optimal.” paparnya.
Direktur Kantor Kesehatan USAID Indonesia, Enilda Martin mengatakan USAID program pengiriman ARV ke rumah pengguna selama pandemi telah sukses dan diterima dengan baik.
Kemitraan antara USAID EpiC Indonesia dan Good Doctor akan memperluas dan memajukan praktik terbaik layanan HIV berkualitas di mana pengguna dapat langsung mendapatkan pengobatan yang menyelamatkan nyawa dengan nyaman di rumah.
"Kami berharap kerja sama ini akan sukses dan kami dapat memperluas cakupan layanan terbaik ini,” katanya
Sementara itu, Project Director USAID EpiC Indonesia, Erlian Aditya mengatakan, kerja sama dengan Good Doctor merupakan inovasi untuk menguatkan program HIV terutama di tingkat puskesmas di DKI Jakarta.
Penguatan program ini merupakan kombinasi layanan pengiriman obat ARV yang sudah ada, yaitu Jak-Anter dengan layanan telekonsultasi yang keduanya dapat diakses klien HIV/AIDS melalui aplikasi Good Doctor.
"Kemudahan dan kenyamanan ini sebagai upaya agar klien tidak berhenti melakukan pengobatan dengan alasan apa pun. Keamanan dan kerahasiaan data mereka juga terjamin.” tambahnya.
Selain kerja sama ini, Good Doctor telah menyumbangkan 50.000 masker bedah kepada EpiC Indonesia karena Good Doctor menyadari bahwa klien HIV/AIDS termasuk kelompok rentan yang perlu dilindungi dari COVID-19 dan berbagai penyakit lainnya. Pendistribusian masker akan dilakukan oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta kepada klien HIV/AIDS yang terdaftar di puskesmas dan klinik yang bekerja sama dalam program ini.
Seperti diketahui, orang dengan HIV (ODHIV) membutuhkan obat antiretroviral (ARV) seumur hidup.
Di sisi lain, ODHIV khawatir tertular COVID-19 apabila sering mengunjungi rumah sakit.
Padahal, penghentian obat ARV akan mengakibatkan penyakit tidak terkontrol, melemahkan daya tahan tubuh, menularkan ke orang lain bahkan bisa berkembang menjadi AIDS.
Selain itu, dilansir dari gooddoctor.co.id, orang yang tidak memakai pengobatan HIV secara efektif seperti tidak menjalani terapi antiretroviral berisiko tinggi terinfeksi COVID-19.
Sebaliknya, klien HIV yang rutin menjalani pengobatan antiretroviral tidak memiliki potensi lebih tinggi untuk terkena COVID-19. Risiko terpapar COVID-19 sama besarnya dengan orang sehat.