Bisnis.com, JAKARTA – Meskipun ada kekhawatiran dari beberapa negara dan kelompok internasional, Jepang tetap melanjutkan rencana untuk melepaskan air yang terkontaminasi oleh meledaknya pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi pada tahun 2011 ke Samudra Pasifik.
Dimulai pada tahun ini dan berlanjut hingga 30 tahun ke depan, Jepang secara perlahan-lahan akan melepaskan air yang telah diolah dan disimpan di dalam tangki pada lokasi tersebut ke lautan melalui pipa yang membentang sejauh satu kilometer dari pantai.
Namun, seberapa amankah air tersebut bagi lingkungan laut dan manusia di seluruh wilayah Pasifik?
Bagaimana air dapat terkontaminasi?
Pembangkit listrik ini meledak setelah gempa bumi dahsyat dan tsunami melumpuhkan pembangkit listrik di pesisir pantai, sehingga membuat inti reaktor menjadi terlalu panas.
Sejak saat itu, lebih dari 1,3 juta meter kubik air laut telah disemprotkan ke inti reaktor yang rusak agar tidak terlalu panas, sehingga mencemari air dengan 64 elemen radioaktif, yang dikenal sebagai radionuklida.
Yang paling memprihatinkan dan dapat menimbulkan ancaman bagi kesehatan manusia adalah karbon-14, yodium-131, caesium-137, strontium-90, kobalt-60, dan hidrogen-3, yang juga dikenal sebagai tritium.
Air dan kesehatan
Air yang terkontaminasi dan sanitasi yang buruk berkaitan dengan penularan penyakit seperti kolera, diare, disentri, hepatitis A, tifus, dan polio. Tidak adanya, tidak memadainya, atau tidak tepatnya pengelolaan layanan air dan sanitasi membuat seseorang terpapar pada risiko kesehatan ini.
Pengelolaan air limbah perkotaan, industri, dan pertanian yang tidak memadai akan berujung pada air minum ratusan juta orang yang terkontaminasi atau tercemar secara kimiawi. Keberadaan bahan kimia secara alami, terutama dalam air tanah, juga dapat membahayakan kesehatan, termasuk arsenik dan fluoride.
Melansir laman WHO, Senin (28/8/2023), sekitar 829.000 orang diperkirakan meninggal setiap tahunnya akibat diare yang disebabkan oleh air minum yang tidak aman, sanitasi, dan kebersihan tangan. Namun, diare sebagian besar dapat dicegah, dan kematian 297.000 anak di bawah usia 5 tahun dapat dihindari setiap tahun jika faktor-faktor risiko ini ditangani.
Diare adalah penyakit yang paling banyak disebabkan karena makanan dan air yang terkontaminasi, tetapi ada bahaya lainnya. Pada tahun 2017, lebih dari 220 juta orang membutuhkan pengobatan pencegahan untuk schistosomiasis, penyakit akut dan kronis yang disebabkan oleh cacing parasit yang ditularkan melalui paparan air yang terkontaminasi.
Di beberapa bagian dunia, serangga yang hidup atau berkembang biak di dalam air membawa dan menularkan penyakit seperti demam berdarah. Beberapa serangga ini, yang dikenal sebagai vektor, berkembang biak di air yang bersih, bukan air yang kotor, dan wadah air minum rumah tangga dapat menjadi tempat berkembang biak.
Intervensi sederhana dengan menutup wadah penyimpanan air dapat mengurangi perkembangbiakan vektor dan juga dapat mengurangi kontaminasi tinja pada air di tingkat rumah tangga.