Bisnis.com, JAKARTA — Bicara soal penghargaan bergengsi, Nobel menjadi salah satu yang sangat berharga.
Tahun ini, novelis, penyair, dan penulis drama Norwegia Jon Fosse, dianugerahi Hadiah Nobel Sastra atas karyanya berupa drama dan prosa inovatif yang menyuarakan "hal-hal yang tidak dapat diungkapkan".
Dia semakin banyak mendapat pembaca di dunia dari novel-novel yang mengangkat tema penuaan, kematian, cinta, dan seni.
Sebagai seorang penulis yang telah menerbitkan sekitar 40 drama, serta novel, puisi, esai, buku anak-anak, dan karya terjemahan, Fosse telah lama dihormati karena bahasanya yang transenden dan formal.
Melansir The New York Times, Anders Olsson, ketua komite Nobel Sastra, memuji bahasa sensitif yang digunakan Fosse.
Karya Fosse telah diterjemahkan ke dalam sekitar 50 bahasa dan dia adalah salah satu penulis drama hidup yang paling banyak tampil di dunia. Namun baru-baru ini dia mendapat pengakuan besar di negara-negara berbahasa Inggris, terutama berkat karya fiksinya: “A New Name: Septology VI-VII”.
Karya tersebut merupakan finalis Penghargaan Buku Nasional tahun lalu, dan dua novelnya juga telah dinominasikan untuk Penghargaan Buku Internasional.
Pria yang berusia 64 tahun itu mengatakan sangat senang dan terkejut ketika mendapatkan Nobel, karena tidak menyangka bisa mendapatkan penghargaan paling bergengsi ini.
Fosse mengatakan dia berharap dapat memberikan perasaan tenang dan pembacanya dapat menemukan semacam kedamaian dalam, atau dari, tulisannya
Menerima penghargaan Nobel, Fosse masuk dalam jajaran pemenang sebelumnya, termasuk Toni Morrison, Kazuo Ishiguro, dan Annie Ernaux.
Profil Jon Fosse
Lahir pada 1959 di Haugesund, Fosse dibesarkan di Norwegia bagian Barat, di sebuah pertanian kecil di Strandebarm. Dia mulai menulis puisi dan cerita pada usia 12 tahun, dan mengatakan bahwa dia menganggap menulis sebagai bentuk pelarian.
Sebagai seorang pemuda, dia sempat menjadi seorang komunis dan anarkis. Dia belajar sastra komparatif di Universitas Bergen. Fosse menulis dalam bahasa Nynorsk, bahasa minoritas dan bukan Bokmål, bahasa Norwegia yang lebih banyak digunakan untuk sastra.
Meskipun beberapa orang menafsirkan penggunaan Nynorsk sebagai pernyataan politik, Fosse mengatakan bahwa itu hanyalah bahasa yang digunakannya saat tumbuh dewasa.
Pada 1983, dia menerbitkan novel debutnya, “Red, Black,” memulai kariernya yang sangat produktif. Karya-karyanya yang paling terkenal antara lain novel “Melancholia”, yang menyelidiki pikiran seorang pelukis yang mengalami gangguan mental.
Kemudian, dianjuga menerbitkan novelnya “Morning and Evening”, yang dibuka dengan momen kelahiran sang protagonis dan diakhiri dengan hari terakhir hidupnya, dan karya tujuh jilid “Septology,” yang panjangnya lebih dari 1.000 halaman.
Meskipun dia memulai karirnya sebagai penyair dan novelis, Fosse menjadi terkenal sebagai penulis drama. Dia memperoleh pengakuan internasional pada akhir 1990-an dengan produksi drama pertamanya di Paris, “Someone Is Going to Come,” tentang seorang pria dan seorang wanita yang mencari kesendirian di rumah terpencil di tepi pantai. Fosse mengatakan dia menulisnya dalam empat atau lima hari, dan tidak merevisinya.
Selama 15 tahun, dia fokus pada dunia teater, dan sering bepergian ke produksi drama internasional. Tapi kemudian dia memutuskan untuk kembali ke dunia fiksi, berhenti bepergian, berhenti minum alkohol, dan masuk Katolik.
Telah menulis selama puluhan tahun telah mengajarkan Fosse kerendahan hati, dan mengesampingkan ekspektasi.
Dengan penghargaan Nobel Sastra tahun inj, seiring dengan peningkatan besar dalam penjualan buku, Fosse akan menerima 11 juta krona Swedia, sekitar US$991.000.
Sebelum Fosse, penerima Nobel Sastra Norwegia terakhir adalah Sigrid Undset, seorang penulis fiksi sejarah yang menerima hadiah tersebut pada 1928, dan Knut Hamsun pada 1920.