Bisnis.com, JAKARTA - Masyarakat awam sering kali mengandalkan konsumsi obat antibiotik ketika sakit ringan, seperti demam atau flu.
Padahal hal ini justru bisa berbahaya bagi tubuh dan menciptakan resistensi pada obat antimikrobial atau AMR.
dr. Pratista Hendarjana, spesialis anastesi dan konsultan perawatan intensif, mengatakan bahwa AMR adalah salah satu masalah yang serius dalam perawatan pasien.
AMR bisa diderita oleh semua usia, di mana ketika terkena kuman yang resisten akan sulit diobati.
AMR bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, dan virus. Namun, kasus yang paling sering adalah infeksi bakteri dan menyebabkan kondisi pasien ketika sakit menjadi lebih berat dan sulit diobati.
Resistensi antimikrobial sendiri sering kali tidak disadari, terutama ketika dalam kondisi sehat. Oleh karena itu perlu memitigasi untuk berjuang menghindari AMR ini. Sejak lama, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga sudah menggaungkan untuk mencegah penggunaan antibiotik sembarangan.
Pasalnya, kematian akibat resisten mikrobial dari infeksi yang tidak ada obatnya ini mencapai sampai 1,27 juta orang pada 2019.
"Ini jadi pengingat bahwa ini hal yang serius, karena kasus berat hingga kematian karena AMR tentu akan membuat keluarga dan pasien pasti terguncang dari segi psikologis, finansial, dan akan mengganggu kualitas hidup pasien dan keluarga," jelasnya dalam webinar, Rabu (29/11/2023).
Faktor Penyebab AMR
dr. Pratista menyebutkan resistensi terhadap obat antimikrobial bisa timbul karena beberapa faktor, mulai dari pasien sendiri, dari jenis kuman, dan dari kesalahan pemakaian antibiotik.
Penyebab dari pasien umumnya karena sistem imunnya yang tidak prima atau imunokompromais, yaitu ketika respons imunnya tidak sebaik orang yang sehat.
Selanjutnya faktor kuman yang menyerang bisa dari bakteri, vius, dan jamur. Keparahan AMR bisa lebih tinggi ketika pasien dirawat di Unit Perawatan Intensif (ICU) apalagi jika harus dipasang alat bantu hidup seperti monitor dan selang.
"Pemakaian alat medis itu seperti pisau bermata dua, di satu sisi untuk menunjang hidup pasien tapi di sisi lain itu bisa menimbulkan risiko AMR, kalau kebersihannya kurang bagus bisa menyebabkan penularan kuman berat yang resisten," ujarnya.
Kemudian, faktor dari luar adalah karena pemakaian antibiotik yang tidak tepat. dr. Pratista menjelaskan, jika penggunaan antibiotiknya tidak tepat, kuman bisa membuat penangkal berupa enzim atau pelindung tertentu.
"Kuman adalah makhluk hidup yang juga akan berusaha bertahan hidup, ketika dia menyerang pasien atau manusia dan berikan anti-nya, mungkin pasien bisa sembuh, tapi akan ada sebagian kecil kuman yang bisa bertahan hidup dan membuat penangkalnya. Pada saat pasien sakit lagi, pada pengobatan selanjutnya, kuman yang menjangkit itu sudah lebih kuat, dan membuat obat tidak berfungsi," paparnya.
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dan tidak dihabiskan sesuai resep juga bisa menyebabkan kadar terapinya belum tercapai, sehingga banyak kumannya yang "mati suri". Ketika kumannya membuat sudah penangkalnya mereka bisa hidup lagi dan kembali menginfeksi.
Cara Menghindari AMR
Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk mencegah AMR. Pertama dari pasien sendiri jika sakit agar segera berobat, karena begitu penyakitnya semakin berat, maka akan semakin sulit ditangani dan diobati.
Kedua, apabila pasien sudah berat kondisi penyakitnya, dan harus dirawat di rumah sakit, jangan menambah infeksi mikrobial dengan dari pengunjung yang menjenguk.
"Jadi kita harus hati-hati, karena kuman biasanya ditularkan dari luar pasien. Yang ganas atau yang semua resisten biasanya dari luar tubuh," kata dr. Pratista.
Apabila harus dijaga atau dijenguk, pastikan pasien tidak dalam kondisi berat atau kritis. Kemudian, pastikan penjenguk menggunakan masker dan cuci tangan hingga bersih.
"Keluarga pasien juga harus kritis dan tegas, misal ada keluarga yang mau jenguk, jangan diterima begitu saja atau terserah-terserah. Tegas kalau sedang berat kondisinya tidak perlu dijenguk. Jangan juga membawa anak-anak untuk menjenguk pasien, terutama yang ada di ICU, karena sistem imunnya masih sangat lemah," ujarnya.
Terkait pengobatan, keluarga pasien juga bisa berkomunikasi dengan tenaga kesehatan, dokter dan perawat untuk mengatahui obat apa saja yang akan dan harus diberikan kepada pasien.