Bisnis.com, JAKARTA -- PT Prodia Widyahusada Tbk. (PRDA) melalui sister companynya, PT Prodia StemCell Indonesia "ProSTEM", membangun laboratorium penelitian, pengolahan, dan penyimpanan sel punca terkemuka di Indonesia dengan menggelontorkan biaya Rp100 miliar untuk pembangunan gedung baru.
Gedung Advanced Cell Therapy Production Laboratory (ACT-PLab) tersebut telah dibangun untuk tahap pertama di Jl. Kramat VII No. 11-13, Senen, Jakarta Pusat dan diresmikan termasuk oleh Kementerian Kesehatan, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
ACT-PLab merupakan laboratorium yang dibangun untuk proses pengolahan sel punca, sel dan turunannya. Gedung tersebut dibangun di Pusat Kota Jakarta pada lahan seluas 2100 m2 untuk memenuhi permintaan pelanggan terkait sel punca dan sekretom yang terus meningkat setiap tahunnya.
Cynthia Retna Sartika, Direktur ProSTEM menuturkan kehadiran ACT-PLab ini akan memainkan peran penting dalam terapi regeneratif yang menjadi harapan besar dalam pengobatan penyakit-penyakit yang sulit diobati secara konvensional.
"Hal ini merupakan komitmen ProSTEM dalam mendukung terlaksananya reformasi kesehatan khususnya reformasi teknologi kesehatan dan pelayanan rujukan melalui layanan terapi regeneratif menggunakan sel punca, sel, dan metabolitnya yang berkualitas, aman, dan memiliki efikasi," ujarnya dalam konferensi pers, Senin (11/12/2023).
Dr. Cynthia melanjutkan, hadirnya Advanced Cell Therapy Production Laboratory (ACT-PLab) ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam reformasi kesehatan terutama dibidang teknologi pengobatan regeneratif untuk pasien dengan berbagai kondisi medis, seperti penyakit degeneratif seperti jantung, diabetes, stroke, osteoartritis dan gangguan lainnya.
"Terapi sel yang dilakukan melibatkan penggunaan sel- sel hidup untuk mengatasi sel-sel yang rusak atau gangguan dalam tubuh manusia. Hal ini diharapkan selain membangun kemandirian Indonesia di bidang pengobatan juga dapat meningkatkan harapan hidup manusia," imbuhnya.
Perusahaan yang telah dibentuk sejak 10 tahun lalu itu menelan dana Rp100 miliar untuk investasi selain untuk penelitian termasuk untuk membangun gedung fasiltas baru ini.
Dr. Cynthia mengatakan investornya murni dari Prodia. Adapun, besarnya biaya yang dibutuhkan lantaran seluruh elemen mulai dari peralatan, bahan baku, dan lainnya masih hampir 100 persen diimpor.
"Kita sempat bisa menekan biaya dari beberapa peralatan yang kita coba buat di Indonesia. Selain untuk menekan biaya, juga untuk membangun industri Indonesia," ungkapnya.
Adapun, Komisaris Utama ProSTEM Andi Wijaya mengatakan seluruh dana yang digelontorkan untuk ProSTEM berasal dari dana hasil IPO pada 2016 silam.
"Kita mulai dari lab klinik di Prodia pada 2016, lalu kami masukkan ke bursa. Dari harga Rp100 saham yang ditawarkan, harganya mendapat penawaran sampai Rp6.500, jadi kami mendapat uang banyak dari IPO dan bisa untuk membiayai gedung ini, padahal belum produksi sama sekali," katanya.
Untuk balik modal, Andi mengatakan bahwa setelah 10 tahun berjalan, sampai saat ini ProSTEM masih dalam tahap uji klinik dan penelitian, sehingga belum bisa beroperasi untuk melakukan pelayanan kepada publik dan memberikan penghasilan tambahan kepada induk usaha.
"Beruntung induknya punya dana untuk membangun ini, jadi untuk proyek ini kita utamakan untuk menyelamatkan jiwa dulu," ucapnya.
Dr. Cynthia menambahkan, harapannya hasil uji klinik ProSTEM segera mendapatkan izin dari Kementerian Kesehatan dan BPOM sehingga bisa segera melakukan pelayanan kepada masyarakat.