Bisnis.com, JAKARTA - Ahli antropologi Unair memberikan pernyataannya mengenai munculnya penyakit polio jenis terbaru.
Prof. Dr. Phil. Toetik Koesbardiati, DFM., PA.(k) selaku Dosen dan Guru Besar dalam bidang Paleoantropologi membagikan statementnya mengenai panyakit polio jenis terbaru yang melanda dunia saat ini.
Dia menjelaskan, Poliomyelitis (Polio) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang tergolong dalam subgroup Enterovirus dalam keluarga Picornaviridae, yang biasanya menyerang anak-anak dan bisa mengakibatkan kelumpuhan permanen.
“Polio sejak zaman dahulu sudah terdeteksi sejak abad 16 di Mesir. Terbukti dari penggalian di kuburan kuno di Inggris pada masa abad 4, ditemukan sisa rangka manusia yang diduga menderita polio, yang ditandai dengan ketidak-simetrian bagian tungkai bawah dan juga patologi pada tulang punggungnya” Ujar Toetik, dikutip dari laman resmi Unair.
Dalam Paleopatologi, katanya, faktor biologis manusia tersebut menjadi faktor penting dalam pendistribusian penyakit dalam tubuh manusia. Munculnya kembali polio menjadi perhatian masyarakat dan pemerintah terkait ancaman kesehatan pada anak anak.
Dia juga mengatakan perubahan iklim berdampak pada penyakit di bumi.
Menurutnya, Bumi pada saat ini mengalami kenaikan temperatur suhu yang sangat ekstrem. Mencairnya es dikutub dan intensitas hujan yang tidak menentu menjadi pengaruh dalam peningkatan infeksi penyakit pada manusia.
“ Saat ini bumi sedang memasuki masa interglasial ke enam sejak 450.000 tahun yang lalu. Dalam sejarah glasial dan interglasial bumi, trend menunjukan terus meningkatnya temperature bumi Jelas bahwa global warming berperan penting dalam memunculkan kembali penyakit-penyakit infeksi. The Intergovernmental Panel on Climate Change menyatakakan bahwa naiknya termperature bumi sebanyak 1.1°C hingga tahun 2023 adalah akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca” papar Toetik.
Kondisi masyarakat yang beragam dan politik dunia yang kacau akhir akhir ini menjadikan kasus polio cenderung akan meningkat pesat terutama di wilayah perang. Penduduk yang dievakuasi ataupun bermigrasi akan mengalami diskriminasi saat akan mengakses vaksin yang sudah dicanangkan setiap negara.
“Kemiskinan yang ditambah dengan persoalan diskriminasi berpeluang untuk membatasi akses kesehatan termasuk vaksin.” Ujarnya. Kebiasaan hidup masyarakat dalam mengola makanan yang sederhana dan kurangnya pengetahuan kesehataan memiliki peluang lebih dalam peningkatan infeksi penyakit.
Untuk menyesiasati itu semua, lanjutnya, pemerintah dan masyarakat harus bisa berkolaborasi dalam menanggulangi infeksi penyakit dengan mulai menerapkan hidup yang sehat.
“Pendekatan holistik dalam kerangka pikir global health perlu diperhatikan. Mengingat polio bisa menyerang melalui mobilitas manusia dengan konteks lingkungan yang berubah.” Tutup Toetik dalam sesi wawancara terakhir.