Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan melalui rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) bakal meregulasi konsumsi lemak trans pada pangan yang beredar di Indonesia.
Pasalnya, konsumsi lemak trans dapat meningkatkan risiko serangan jantung bahkan kematian akibat penyakit kardiovaskular. Lemak trans sendiri bersumber dari minyak industrial yang terhidrogenisasi sebagian (Partiallu Hydrogenated Oil/PHO).
Team Lead NCDs and Healthier Population, WHO Indonesia, Lubna Bhatti menyebutkan bahwa WHO memperkirakan lemak trans sendiri menjadi penyebab kematian 500.000 orang di dunia setiap tahunnya.
Oleh karena itu, WHO memberikan dua rekomendasi untuk negara yang belum menerapkan regulasi terkait dengan lemak trans. Pertama, dengan membatasi kandungan lemak trans 2% dari total kandungan lemak di semua makanan.
Kedua, WHO merekomendasikan untuk melarang produsi, impor, penjualan, dan penggunaan lemak trans pada semua jenis makanan.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan, Kementerian Kesehatan akan melakukan diskusi dengan berbagai pihak, baik kementerian dan lembaga untuk menghasilkan regulasi yang baik terkait dengan isu ini.
Tiru Kisah Sukses Denmark
Dante menyebutkan, Denmark adalah negara pertama yang melarang penggunaan asam lemak trans industri pada makanan. Regulasi tersebut sudah diberlakukan sejak 2003.
"Sebelum ada larangan itu angka kematian akibat penyakit jantung sangat besar di Denmark. Namun, setelah regulasi itu diberlakukan, 10 tahun kemudian angka kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah turun 20%, hanya dengan membatasi konsumsi dan regulasi produksi lemak trans," jelasnya dalam diskusi panel di Jakarta pada Senin (6/5/2024).
Kesuksesan Denmark harapannya jadi pelajaran bagi banyak negara termasuk Indonesia.
"Kami di Kementerian Kesehatan sangat mengapresiasi upaya WHO melakukan kajian lemak trans pada makanan, dan kami berupaya memberikan regulasi sehingga lemak trans akan dibatasi pada makanan yang ada di Indonesia," jelasnya.
Menurutnya, pemberlakuan aturan atau regulasi untuk industri akan lebih mudah. Namun, untuk bisnis informal seperti UMKM diakuinya akan lebih sulit.
"Tapi kita akan upayakan selain melakukan regulasi dan penelaahan, juga melakukan edukasi untuk mengkonsumsi lemak yang lebih sehat," tegasnya.