Bisnis.com, JAKARTA – Sebuah studi yang diterbitkan di jurnal Nature Communication pada 30 April mengungkapkan warga di Papua Nugini memiliki gen Denisovan.
Disebutkan, gen tersebut mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh, sehingga dapat kebal terhadap virus.
Dalam jurnal tersebut, para ilmuwan menganalisis genom dari 54 penduduk dataran tinggi dari Gunung Wilhelm yang hidup di ketinggian 2.300 dan 2.700 meter, serta 74 penduduk di dataran rendah dari Pulau Daru yang tinggal di ketinggian 100 meter di atas permukaan laut.
Hasilnya, peneliti menemukan penduduk dataran rendah memiliki mutasi Denisovan yang mampu meningkatkan jumlah sel kekebalan dalam darah mereka. Sedangkan pada penduduk dataran tinggi mengalami mutasi yang meningkatkan jumlah sel darah merah, sehingga mengurangi hipoksia.
“Orang-orang New Guinea unik karena mereka telah terisolasi sejak mereka menetap di New Guinea lebih dari 50.000 tahun yang lalu,” kata Francois-Xavier Ricau, Antropologi Biologi di Pusat Penelitian Ilmiah Perancis (CNRS), kepada tim Live Science, dikutip pada Kamis (16/5/2024).
Sekitar 50.000 tahun lalu, manusia yang pertama kali mendatangi Papua Nugini berasal dari Afrika. Akibatnya, terjadi perkawinan silang antara Denisovan dengan penduduk Asia. Perkawinan silang itu membuat warga Papua Nugini membawa hingga 5% DNA denisovan dalam genom mereka.
Dilansir New Scientist, Denisovan adalah sekelompok manusia purba yang masih satu nenek moyang dengan manusia, Homo Neanderthal dan Homo Sapiens. Sekitar 430.000 tahun lalu, kedua spesies itu bermigrasi ke Eurasia.
Namun, akhirnya kedua spesies itu terpencar, Neanderthal menetap di Eurasia barat dan Denisovan di Timur. Denisovan melakukan perkawinan dengan manusia modern di kawasan Asia Timur dan Australasia.
“Ketika nenek moyang kita menyebar ke lingkungan baru di seluruh dunia, hibridisasi akan memberikan cara yang efisien untuk mengambil salinan gen yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan setempat, dan gen yang berhubungan dengan kekebalan tubuh. Mungkin membantu nenek moyang kita menangani patogen baru yang mereka hadapi,” jelas Joshua Akey, Ahli genetika di Universitas Washington.
Mengutip Science, para ilmuwan juga melakukan pengujian terhadap fungsi delapan varian gen Denisovan terkait dengan ekspresi protein yang dihasilkan oleh dua gen, OAS2 dan OAS3. Peneliti juga mengambil sampel garis sel B dari penduduk Papua Nugini, sejenis sel darah putih yang membuat antibodi.
Pengujian mendapatkan hasil bahwa varian genetik Denisovan pada garis sel papua memproduksi protein yang mengatur sitokin, merupakan peranan dalam mempertahankan sistem kekebalan terhadap infeksi dan mengurangi inflamasi.
Gen Denisovan memengaruhi fungsi protein yang disebut GBP2, untuk membantu tubuh melawan patogen yang hanya ditemui di dataran rendah, seperti parasit penyebab malaria dan chikungunya. Para peneliti mengatakan gen tersebut telah berevolusi melawan parasit, sehingga membantu sistem kekebalan tubuh penduduk di dataran rendah.
“Salah satu kekuatan penelitian ini adalah menguji varian Denisovan dalam garis sel Papua, yang pada dasarnya merupakan lingkungan sel tempat mereka berevolusi,” jelas Francesca Luca seorang ahli genom dari State University, dikutip dari Science.
Hasil studi ini tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya yang meneliti varian Homo Neanderthal pada orang Eropa. Adanya temuan gen dari spesies purba pada manusia modern membuat peneliti semakin skeptis untuk terus melakukan riset mendalam.
Gen-gen yang telah bermutasi dianggap merupakan mekanisme penting dalam menentukan adaptasi manusia ketika hidup disuatu wilayah. (Muhammad Sulthon Sulung Kandiyas)