Bisnis.com, JAKARTA - Keberadaan industri rokok di Indonesia memiliki banyak ancaman yang sangat besar, salah satunya melemahkan adanya undang-undang kesehatan yang ada di Indonesia.
Berbagai upaya sudah dilakukan untuk memperkuat pasal dalam undang-undang kesehatan, tetapi Pemerintah termakan oleh taktik industri rokok yang kian berkembang setiap waktu.
Ketua Lentera Anak, Lisda Sundari menyatakan bahwa tindakan yang tepat dilakukan oleh para masyarakat adalah menjadi role model, dan berani untuk melarang peredaran produk tembakau di Indonesia.
"Pemerintah harus tegas terhadap industri rokok agar tidak menyasar anak-anak. Hal ini perlu dilakukan untuk menekan angka peningkatan penyakit kronis seperti kanker paru, pneumonia, risiko jantung, dan lainnya," ungkapnya, Jumat (31/5/2024).
Dalam buku laporan yang dibuat oleh Lentera Anak dan Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI) terkait Pelemahan Regulasi Kesehatan di Indonesia, menjelaskan adanya banyak kejadian yang terjadi selama proses penyusunan pasal-pasal pengamanan zat adiktif dalam RUU Kesehatan.
Pelemahan regulasi tersebut terbukti oleh adanya pergolakan tentang penggabungan pasal narkotika dan psikotropika, serta adanya draf awal dari DPR terkait munculnya produk kosmetik, kepentingan medis, dan farmasi dari tembakau.
Munculnya pelemahan pasal dan undang-undang kesehatan, diperkuat oleh adanya 3 taktik dari industri rokok yaitu:
1. Memunculkan informasi yang memutarbalikkan fakta untuk menghambat RUU Kesehatan
Dalam hal ini, industri memenuhi pemberitaan dalam media massa untuk manipulatif data. Banyak ditemukan berita yang bersifat disinformasi, salah satunya tembakau memiliki nilai ekonomi dan sosial, sehingga tidak boleh disamakan dengan narkotika lainnya.
Salah satu fakta yang terjadi sebenarnya adalah, narkotika dan psikotropika seharusnya memang tidak dimasukkan dalam pasal yang sama dengan jenis narkotika tersebut. Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Siti Nadia Tarmizi menegaskan bahwa Kemenkes tidak bermaksud untuk menyetarakan tembakau dengan narkotika dan psikotropika.
2. Menggunakan berbagai pihak untuk menggiring opini publik
Adanya draf yang menyimpang dalam RUU Kesehatan, menghasilkan narasi untuk menggiring opini publik. Narasi yang dimaksud adalah mengenai produk legal yang didominasi oleh asosiasi industri, untuk menolak aturan ketat terkait larangan iklan rokok.
Penelitian dilakukan pada pada lembaga organisasi, mahasiswa, buruh, dan petani terhadap produk tembakau bukan narkotika dan psikotropika. Hasil tersebut menunjukkan kemungkinan dua pihak yang tidak bersuara, yaitu mahasiswa dan peneliti.
3. Mencampuri proses pembuatan kebijakan melalui seminar, konferensi pers, dan FGD
Banyak ditemukan fakta dari para pendukung industri rokok yang mengirim surat, mendatangi secara langsung pihak-pihak yang bersikap tegas terhadap pengendalian zat adiktif tembakau. Surat tersebut ditujukan untuk melemahkan pasal-pasal pengamanan zat adiktif dalam RUU Kesehatan.
Taktik yang dilakukan oleh industri rokok memberikan kesan seolah-olah mendukung regulasi penggunaan produk tembakau. Fakta yang ditemukan, mereka berani untuk menggandeng dan melibatkan banyak oknum Pemerintah dalam mengatasi penolakan pasal RUU Kesehatan dan penolakan iklan rokok di berbagai media.
Namun, masyarakat harus berani untuk bertindak melawan dan memberikan warna baru terhadap pengendalian zat adiktif dalam bentuk tembakau. (Maharani Dwi Puspita Sari)