Bisnis.com, JAKARTA — Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) meluncurkan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) untuk polio bertepatan dengan Hari Anak Nasional, yaitu 23 Juli 2024. Dilaksanakan di 27 provinsi secara serentak, program ini difokuskan untuk menjangkau daerah rentan polio.
Imunisasi sengaja dilakukan di tempat-tempat terjangkau seperti pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) untuk meningkatkan partisipasi orang tua. Target anak yang diimunisasi adalah 95% atau hingga terjadi herd immunity. Selanjutnya, akan dilakukan imunisasi putaran kedua.
Ketua Umum PP IDAI, Piprim B. Yanuarso, menjelaskan bahwa pada 2014, WHO sudah pernah mengumumkan bahwa Indonesia bebas polio. Imunisasi polio hanya bisa diterima anak berusia 0—7 tahun, 11 bulan, dan 29 hari. Penerimaan imunisasi pun tergantung kesehatan anak.
“Ya, ini menunjukkan kalau imunisasi kita sebelumnya belum sukses. Hal ini karena muncul kasus lagi setelah 2014. Makanya, kita lakukan PIN serentak ini. Kami dari IDAI berharap semua anak imunisasinya dilengkapi,” papar dr. Piprim dalam konferensi pers di Gedung IDAI, Salemba, Selasa (23/7/2024).
Dia juga menyatakan, dua penyebab kematian anak dan balita tertinggi adalah pneumonia dan diare. Maka, melalui program ini, dr. Piprim berharap program imunisasi anak kembali digalakkan.
Dokter Rini Sekartini selaku Ketua UKK Tumbuh Kembang Anak IDAI menjelaskan lebih lanjut mengenai pentingnya imunisasi untuk anak dalam seminar awam. Khususnya imunisasi polio.
“Imunisasi adalah kebutuhan dasar anak. Kenapa imunisasi banyak, berkali-kali? Setiap imunisasi berupaya untuk mencegah penyakit yang spesifik. Kalau ASI, madu, penting juga untuk daya tahan tubuh anak, tapi tidak cukup berhenti di situ.”
Imunisasi polio dianggap mudah karena merupakan imunisasi tetes untuk kekebalan tubuh menyeluruh. Maka, para ahli dan tenaga kesehatan berharap warga membuka diri untuk mengimunisasi anak mereka.
Para ahli dari IDAI dan tenaga kesehatan juga mengimbau kesadaran masyarakat terhadap keamanan imunisasi ganda.
“Imunisasi ganda sering dilakukan dan aman, sudah ada risetnya. Biasanya, kami melakukan ini untuk bayi prematur atau untuk anak pasca kemoterapi,” jelas dr. Bernie Endyarni Medise.
Dokter anak Rini dan Bernie pun menjelaskan tentang kasus-kasus sakit parah akibat imunisasi termasuk Kejadian Luar Biasa (KLB). Artinya, hanya satu kasus penyakit parah seperti difteri atau TBC di antara ratusan anak yang divaksin. Hal ini perlu disadari masyarakat supaya anak mendapatkan hak untuk hidup sehat mereka dengan maksimal.
Salah satu cara membawa isu ke komunitas masyarakat adalah melalui ibu kader dari berbagai kelurahan. Diundang dalam acara seminar awam, para ahli merasa ibu kader memiliki pemahaman tinggi tentang masyarakat di sekitar mereka.
“Dalam mengajak orang tua agar mau imunisasi anaknya, ibu kader tidak bisa sendirian. Kalau bisa, mengajak kepala daerahnya, tokoh agamanya,” jelas Rini.
Selain itu, Rini juga mengimbau ibu kader untuk meningkatkan kesadaran mengenai imunisasi, bahkan sejak sang ibu masih hamil. Hal ini supaya ibu telah mengetahui langkah-langkah untuk menjaga kesehatan anak, sebelum kedatangan anak.