Sedot lemak/kemenkes
Health

Ketahui Risiko Sedot Lemak, Jangan Asal Pilih Dokter Kecantikan

Mutiara Nabila
Kamis, 1 Agustus 2024 - 08:05
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA -- Tindakan sedot lemak sedang menjadi pembicaraan hangat setelah seorang selebgram, Ella Nanda Sari Hasibuan, meninggal dunia setelah melakukan sedot lemak. 

Pengurus PB IDI dan spesialis bedah plastik rekonstruksi estetik Universitas Indonesia, Dr. Qori Haly, mengatakan bahwa tindakan sedot lemak bukanlah hal baru di dunia estetika, yang sudah sering dilakukan baik untuk kesehatan maupun sekadar memperbaiki penampilan. 

Sedot lemak atau liposuction sendiri merupakan prosedur pembedahan invasif atau operasi besar yang bertujuan menghilangkan lapisan lemak di bawah kulit atau di area tubuh tertentu. 

"Liposuction juga merupakan 3 terbesar jenis tindakan bedah plastik yang paling diminati di Indonesia. Alasannya baik dari segi kesehatan dan penampilan, khususnya untuk mereka yang berkecimpung di bidang yang harus menjaga penampilan," paparnya dalam diskusi media bersama PB IDI, Rabu (31/7/2024). 

Namun, dr. Qori menegaskan meskipun tingkat obesitas di Indonesia tinggi, sedot lemak sebenarnya bukan cara instan untuk menurunkan berat badan. 

Tindakan ini boleh dilakukan jika untuk pembentukan badan. Pasalnya, banyak risiko yang bisa terjadi setelah sedot lemak baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. 

Beberapa risiko yang segera setelah tindakan sedot lemak antara lain:

• Penumpukan cairan

• Infeksi

• Rasa baal

• Keracunan obat anastesi

Selain itu, risiko jangka panjangnya meliputi:

• Kulit bergelombang

• Kerusakan jaringan lunak

• Kerusakan organ oleh alat sedot lemak yang menembus organ

• Penggumpalan lemak di pembuluh darah 

• Gangguan jantung dan ginjal

"Risiko komplikasi penyakit juga bisa meningkat karena luasan bidang operasinya yang bisa mengenai organ dan harus dilakukan beberapa tindakan sekaligus," jelasnya. 

Dokter Qori menegaskan karena merupakan salah satu tindakan pembedahan invasif yang besar, sedot lemak tidak bisa dilakukan sembarangan, harus dilakukan oleh dokter spesialis dan memiliki sertifikat dan izin praktik sesuai dengan PP No. 28 Tahun 2024. 

"Bahwa yang melakukan tindakan bedah plastik estetik itu harus dokter spesialis yang mempunyai sertifikat kompetensi atau sertifikat kompetensi tambahan dari Konsil Kedokteran Indonesia [KKI]. Nama dokternya juga harus ada di daftar KKI, itu kuncinya untuk mencari dokter yang legal," jelasnya. 

Kemudian dari sisi fasilitas sesuai dengan PP No.28 Tahun 2024 juga menegaskan bahwa fasilitas yang legal adalah di rumah sakit dan Klinik Utama yang telah memenuhi persyaratan. 

Sementara itu, dr. Qori juga menegaskan bahwa dokter umum yang hanya memiliki sertifikat kursus tidak memenuhi syarat legalitas, sehingga tidak seharusnya berpraktik di klinik dan melakukan tindakan. 

"Jadi lain kali jika lihat dokternya hanya punya sertifikat kursus, jangan. Sertifikat kursus itu hanya untuk keilmuan, tidak diakui negara. Itu hanya tanda bahwa dokter itu memahami tindakan estetik, tapi tidak menjadi landasan legalitas," tegasnya.

Penulis : Mutiara Nabila
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro