Bisnis.com, JAKARTA – Bakteri penyakit dapat disembuhkan dengan antibiotik yang tepat. Antibiotik dapat mengubah penyakit-penyakit yang mengancam tersebut menjadi hanya penyakit ringan. Namun, beberapa jenis bakteri telah mengembangkan kemampuannya untuk melawan pengobatan antibiotik.
Bakteri tersebut telah berkembang biak dengan mengadaptasi urutan gen baru, sehingga tingkat resistensinya meningkat. Hal tersebut membuat para dokter kesulitan untuk membantu pasien yang terinfeksi. Dilansir dari Live Science, berikut deretan bakteri mematikan yang dikhawatirkan para ilmuwan:
1. Acinetobacter baumannii, resistan terhadap karbapenem
Bakteri Acinetobacter berbahaya bagi orang-orang di lingkungan perawatan kesehatan–tempat di mana sebagian besar infeksi ini bermula. Acinetobacter baumannii menyebabkan infeksi pada darah, saluran kemih, paru-paru, dan luka. Spesies ini menginfeksi orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah atau memiliki jalur masuk yang mudah bagi bakteri–seperti kateter atau luka operasi.
Versi terburuknya adalah carbapenem-resistant Acinetobacter baumannii (CRAB). Versi ini menghasilkan enzim yang dapat menghancurkan antibiotik karbapenem, membuatnya resistan terhadap antibiotik tersebut. Studi tahun 2018 menemukan bahwa tingkat kematian akibat infeksi CRAB mencapai 47%.
2. Enterobacterales generasi ketiga, resistan terhadap sefalosporin dan karbapenem
Enterobacterales merupakan ordo bakteri yang umum ditemukan di usus–seperti Escherichia coli (E. coli) dan Klebsiella pneumoniae. Bakteri ini resistan terhadap sefalosporin dan karbapenem. Layaknya CRAB, infeksi bakteri ini biasanya dikaitkan dengan lingkungan perawatan kesehatan. Bakteri Enterobacterales menyebabkan 13.100 infeksi dan 1.100 kematian pada pasien rumah sakit pada tahun 2017.
3. Mycobacterium tuberculosis, resistan terhadap rifampisin
Bakteri ini menjadi penyebab infeksi Tuberkulosis (TB). Menurut WHO, TB menjangkit sepuluh juta orang setiap tahunnya, dan lebih dari satu juta orang meninggal karenanya setiap tahun. TB aktif dapat disembuhkan dengan antibiotik rifampisin. Namun, terdapat beberapa jenis tuberkulosis yang resistan terhadapnya. Menurut WHO, sekitar 410.000 orang tertular jenis bakteri yang resistan terhadap rifampisin atau terhadap beberapa antibiotik lain setiap tahunnya. Saat ini, antibiotik baru masih sangat dibutuhkan.
4. Salmonella enterica Typhi, resistan terhadap fluorokuinolon
Bakteri ini merupakan penyebab demam tifoid, infeksi usus serius yang menyebabkan diare, sakit perut, demam, dan sakit kepala. Demam tifoid dulunya dapat diobati menggunakan antibiotik kloramfenikol, ampisilin, dan kotrimoksazol. Namun, muncul varian yang resistan terhadap berbagai obat pada tahun 1970-an.
Akhirnya, dokter beralih ke golongan antibiotik lain bernama fluorokuinolon. Namun, semakin banyak dokter yang melaporkan bahwa bakteri tersebut juga resistan terhadap fluoroquinolones selama satu dekade terakhir. WHO memperkirakan bahwa 110.000 orang meninggal karena demam tifoid setiap tahunnya.
5. Shigella, resistan terhadap fluorokuinolon
Bakteri Shigella menyebabkan gejala gastrointestinal–termasuk diare berdarah. Beberapa kelompok seperti anak kecil, orang dengan sistem imun yang lemah, dan orang dewasa yang lebih tua memiliki risiko kematian yang lebih tinggi akibatnya. Antibiotik mungkin dapat mengobati infeksi pada kelompok berisiko ini. Namun, menurut jurnal pada tahun 2023, tingkat resistensi yang mengkhawatirkan kini mulai muncul. Infeksi ini membunuh sekitar 200.000 orang per tahun.
Selain berbagai bakteri pada daftar di atas, para ilmuwan juga mengkhawatirkan beberapa bakteri lainnya, seperti Enterococcus faecium, Pseudomonas aeruginosa, Salmonella non-tifoid, Neisseria gonorrhoeae, dan Staphylococcus aureus. (Rafi Abid Wibisono)