Bisnis.com, JAKARTA - Sebuah studi baru
menunjukkan bahwa paparan PFAS (Per- and Polyfluoroalkyl Substances) dapat menyebabkan perubahan signifikan pada kesehatan usus, yang dapat mengurangi fungsi ginjal hingga 50% dalam jangka panjang.
PFAS adalah sekelompok bahan kimia buatan yang terkenal karena keawetannya di lingkungan dan tubuh manusia. Sering disebut sebagai
"bahan kimia abadi", PFAS banyak digunakan dalam produk konsumen
seperti peralatan masak antilengket, pakaian antiair, dan kemasan makanan.
Temuan Studi Terbaru itu dipublikasikan secara online di Science of the Total
Environment, dan hasilnya menunjukan perubahan pada bakteri usus dan metabolit terkait yang disebabkan oleh PFAS tampaknya menyebabkan hingga 50% penurunan fungsi ginjal yang terlihat selama periode empat tahun.
Studi tersebut juga mengemukakan bahwa sebagian PFAS dapat menyebabkan penyakit ginjal kronis.
Para peneliti memperluas penemuan
terbaru yang menghubungkan PFAS
(zat perfluoroalkyl dan polifluoralkyl)
dengan efek buruk pada kesehatan usus, sekaligus memperdalam pemahaman tentang bagaimana kesehatan usus mempengaruhi fungsi ginjal.
Para ilmuan bekerja dengan sekelompok kecil orang dewasa muda, yang sebagian besar adalah hispanik, yang merupakan kelompok yang memiliki tingkat penyakit
metabolik dan risiko penyakit ginjal yang tinggi.
Sampel darah dan tinja mereka dikumpulkan untuk mengukur kadar PFAS, bakteri mikrobioma usus, dan metabolit yang beredar.
Fungsi ginjal mereka diukur empat tahun kemudian. Pengurangan metabolit anti-inflamasi serta bakteri yang memproduksinya, dan peningkatan metabolit inflamasi ditemukan.
Pengurangan fungsi ginjal
ini selama bertahun-tahun dapat meningkatkan risiko perlunya dialisis atau tranpalantasi ginjal terutama
dalam kasus orang dengan diabetes atau penyakit lain yang mempengaruhi ginjal.
Para peneliti berpandangan bahwa mungkin saja bahan kimia ini meniru asam lemak yang penting untuk mengatur kesehatan usus. Namun, senyawa tersebut tampaknya menggangu proses alami ini, yang berpotensi menyebabkan efek negatif pada mikrobioma usus dan kesehatan
secara keseluruhan.
“Telah ditetapkan dengan baik bahwa PFAS sangat sulit dihilangkan dari tubuh setelah terpapar, yang berarti bahwa para pembuat kebijakan memiliki peran
penting dalam membantu membuat regulasi yang mencegah paparan manusia terhadap sumber PFAS,” simpul Hampson.
Dilansir dari timesofindia, PFAS digunakan dalam berbagai produk konsumen, seperti peralatan masak, pakaian, ponsel, dan karpet. Meskipun bermanfaat dalam meningkatkan ketahanan produk terhadap air dan noda, paparan bahkan dalam jumlah kecil dapat menyebabkan kerusakan besar pada kesehatan.
Menurut Badan Pendaftaran Zat Beracun dan Penyakit, PFAS dapat mengakibatkan
kerusakan pada hati, sistem kekebalan
tubuh, serta meningkatkan risiko kanker dan gangguan endokrin.
Zat kimia ini telah menyusup ke dalam
ekosistem dan sistem tubuh manusia,
dan setelah masuk ke dalam tubuh, zat
ini akan terurai dengan sangat lambat.
Keberadaan PFAS telah dikaitkan
dengan berbagai kondisi kesehatan
serius, termasuk penyakit kardiovaskular, kanker, dan penyakit
ginjal kronis.
Bahan kimia ini juga sangat berbahaya bagi ibu hamil dan anak yang belum lahir, dengan potensi menyebabkan berat badan lahir rendah, cacat lahir, perkembangan tertunda, serta kematian bayi baru lahir pada hewan laboratorium. (Tesalonika Loris)