Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia memiliki 21 dari 27 spesies atau jenis durian yang dikenal di dunia, dan sampai 2024 kurang lebih 114 varietas terdaftar untuk varietas unggul baru.
“Jenis durian yang liar dan belum teridentifikasi masih tidak terhingga, ditambah lagi dengan karakteristiknya yang mempunyai penyerbukan terbuka menambah variabilitas genetik di alam,” ungkap Ni Luh Putu Indriyani Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Hortikultura Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dilansir dari laman BRIN.
Menurut Indriyani, penelitian mengenai Sumber Daya Genetik (SDG) durian yang telah dilakukan meliputi karakterisasi dan evaluasi, eksplorasi durian-durian unggul daerah, persilangan antar tetua terpilih.
Kemudian evaluasi performa pertumbuhan dan kualitas buah dari hasil persilangan, serta pengelolaan database karakter durian melalui situs web yang tersedia.
“Lokasi pertanaman durian yang ada di Kebun Percobaan Subang pada 2010 ada 550 tanaman dengan jumlah aksesi 79. Pada 2016, jumlah tanaman terakhir adalah 768 tanaman dan 84 aksesi, sementara di KP. Aripan terdapat 228 tanaman dengan 36 aksesi, dan 2019 ada 467 tanaman dengan 89 aksesi,” jelasnya.
Dia mengungkapkan, varietas unggul baru durian memiliki karakter ideal untuk menunjang produktivitas tinggi durian yang diinginkan.
Baca Juga Top 5 News Bisnisindonesia.id: Durian Runtuh Emiten Properti hingga Isu Gratifikasi di BEI |
---|
Untuk konsumen Indonesia, karakter yang diinginkan yaitu berukuran sedang seberat 1,6-2,5 kg, daging buah berwarna kuning, manis legit, pulen, tebal, dan berbiji kecil. Sedangkan pedagang menginginkan durian tahan simpan dan tidak mudah pecah, namun pekebun menginginkan varietas durian produktif tahan penyakit dan genjah.
“Varietas unggul baru dapat diperoleh melalui seleksi indigenous atau asli dan sifatnya adalah persarian terbuka, sehingga selalu terjadi penyerbukan silang. Biji dari hasil penyerbukan silang yang terjadi saat secara alami merupakan bahan seleksi untuk menghasilkan kualitas unggul baru. Kemudian dilakukan juga persilakan buatan antar varietas atau antar spesies,” urainya.
Program pemuliaan durian di Indonesia, menurutnya, dilakukan mulai 2010 dengan lokasi di KP. Subang dan KP. Aripan. Tetua yang digunakan adalah Matahari, Kani, Otong, Sitokong, dan lain-lain.
Durian, terang Indriyani, adalah tanaman tahunan yang membutuhkan waktu lama untuk mengetahui hasil persilangan. Oleh karena itu, diperlukan dukungan marka molekuler untuk mempercepat dan mendukung program pemuliaan konvensional.
“Ada beberapa tantangan yang dihadapi, antara lain hama dan penyakit Pythium yang menyebabkan tanaman tiba-tiba meranggas dan mati. Penggerek batang berupa serangga yang membuat batang berlubang, yang akhirnya melemahkan dan membunuh tanaman. Masalah pengairan dengan kerusakan pompa air, yaitu pada saat pompa air rusak, maka pengairan terganggu,” jelasnya.
Tantangan berikutnya, lanjut Indriyani, adalah musim kering ketika sumber air mengering, tanaman mengalami kekurangan air, yang berdampak signifikan pada pertumbuhannya. Keamanan tanaman terjadinya kerusakan pada tanaman muda, misalnya ujung tanaman muda sering dirusak atau dipotong, dan menyebabkan patah, serta pencurian buah saat panen.
“Pendanaan yang terbatas juga menjadi tantangan karena durian sempat tidak masuk dalam daftar komoditas prioritas, sehingga pendanaannya sangat minim. Hal ini berdampak langsung pada pemeliharaan tanaman di lapangan, karena fokus pendanaan lebih diarahkan pada komoditas prioritas lainnya, sehingga pemeliharaan durian menjadi kurang optimal. Pendanaan yang terbatas ini tentu saja berimbas pada kualitas pemeliharaan tanaman di lapangan,” pungkas Indriyani.