Bisnis.com, JAKARTA — International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG), grup perusahaan riset biofarmasi global terkemuka di Indonesia, mengungkapkan alasan Indonesia kesulitan memproduksi obat dan vaksin inovatif sendiri.
IPMG mengungkap, Indonesia adalah negara dengan inovasi obat dan vaksin terendah di dunia.
Ketua IPMG Dr. Ait-Allah Mejri mengatakan salah satu yang menjadi tantangan terbesar adalah regulasi dan pemerintah yang masih berlaku sampai hari ini.
"Satu kebijakan yang menghambat di mana Indonesia menjadi satu-satunya negara yang mengadopsi kebijakan ini adalah sesuatu yang disebut Permenkes 1010. Ini negara lain, China, Singapura, Malaysia tidak ada yang menerapkan," ujarnya dalam konferensi pers, Kamis (12/12/2024).
Peraturan Menkes 1010 Tahun 2008 secraa umum mewajibkan semua obat yang terdaftar di Indonesia harus diproduksi secara lokal.
Menurut Dr. Ait hal ini jadi sesuatu yang membuat perusahaan inovatif sulit datang ke Indonesia.
Oleh karena itu, IPMG juga mengeluarkan Manifesto, untuk mendorong para pemangku kepentingan mengatasi masalah-masalah terkait dengan hal-hal yang menghambat akses masyarakat pada obat dan vaksin inovatif.
"Jadi kami meminta pemerintah untuk berinvestasi di bidang kesehatan, Bukan menghabiskan uang saja. Investasi karena kami menganggap Itu ada hasilnya. Karena, masyarakat yang sehat, akan membantu lebih produktif," lanjutnya.
Pasalnya, menurut data yang disebutkan Presiden sebelumnya, Joko Widodo, ada 2 juta orang Indonesia berobat ke luar negeri setiap tahunnya. Hal ini membawa kerugian mencapai US$11,5 miliar setiap tahun pada devisa negara.
Adapun, kerugian akibat menurunnya produktivitas karena penyakit dan tak bisa kerja juga mencapai US$130 miliar per tahun.
"Selain itu masyarakat tidak perlu bepergian ke luar negeri, menukar rupiah ke ringgit atau dolar untuk berobat," imbuhnya.
Adapun, secara keseluruhan, untuk menggerakkan pemangku kepentingan, IPMG juga merilis 5 Pilar Manifesto yakni:
1. Pembentukan Tim Kerja “Strategi Nasional untuk Obat dan Vaksin Inovatif”
2. Peninjauan Kriteria Pengadaan Obat dan Vaksin yang Lebih Efektif secara Biaya.
3. Percepatan Penilaian Teknologi Kesehatan (HTA)
4. Penguatan Kerangka Regulasi (BPOM)
5. Prioritisasi Pembiayaan Kesehatan yang Berkelanjutan (More Money for Health, More Health for Money)