Starbucks/starbucks.com
Kuliner

Kinerja Starbucks di Inggris Merosot, Terdampak Boikot?

Mutiara Nabila
Kamis, 10 April 2025 - 09:55
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Starbucks di Inggris kewalahan menghadapi penurunan penjualan sepanjang 2024 di tengah boikot terhadap brandnya.

Mengutip The Times, perusahaan kopi itu melaporkan penurunan kinerja 4% di Inggris sepanjang 2024 lalu, dengan alasan "kondisi konsumen yang menantang" di samping naiknya harga komoditas, dan tekanan biaya hidup yang semakin membebani pengeluaran.

Hal itu terjadi setelah Starbucks menghadapi boikot selama perang Israel-Hamas tahun lalu, yang menurut para eksekutif Starbucks merupakan kesalahpahaman.

Nama perusahaan kopi itu disebutkan dalam daftar perusahaan yang mendukung Israel. Namun, pihak Starbucks membantah klaim tersebut. 

Perusahaan tersebut mengatakan dalam menanggapi daftar tersebut pada saat itu bahwa Starbucks tidak memiliki agenda politik. 

"Kami tidak menggunakan laba kami untuk mendanai operasi pemerintah atau militer di mana pun, dan tidak pernah melakukannya," ungkap manajemen, dikutip Rabu (9/4/2025). 

CEO Brian Niccol mengatakan kepada Bloomberg tahun lalu bahwa boikot dan seluruh siklus informasi itu, sungguh disayangkan karena hal itu merugikan merek, merugikan mitra di toko. 

"Hal yang benar-benar mengecewakan adalah, tudingan itu tidak didasarkan pada sesuatu yang akurat atau benar. Anda tahu, kami tidak pernah mendukung militer mana pun," kata Niccol. 

Namun, bukan hanya boikot yang dilakukan. Starbucks juga dilanda tekanan inflasi karena biaya hidup terus meningkat.

Duncan Moir, presiden Starbucks Eropa, Timur Tengah, dan Afrika (EMEA), mengatakan saat ini Starbucks tengah mengalami masa yang sulit bagi sektor ini. 

"Kami menghadapi tekanan ekonomi makro yang signifikan termasuk hambatan inflasi yang juga berdampak pada keyakinan konsumen," lanjut Niccol. 

Starbucks Inggris mencatat penurunan penjualan sebesar 4% menjadi 525,6 juta pound sterling atau sekitar Rp11,43 triliun pada periode hingga 29 September 2024. 

Penurunan tersebut mendorong perusahaan mengalami kerugian sebelum pajak sebesar 35,2 juta pound sterling atau sekitar Rp765,89 miliar, berbalik tajam dari laba 16,9 juta pound sterling atau sekitar Rp367,71 miliar pada tahun sebelumnya.

Penulis : Mutiara Nabila
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro