Bisnis.com, JAKARTA - Pada umumnya masyarakat mengetahui bahwa kelainan katarak hanya terjadi ketika seseorang mulai lanjut usia. Namun ternyata kasus katarak dapat dialami oleh bayi yang baru lahir.
Dilansir dari laman Optiktunggal, lensa mata bayi yang berwarna transparan tertutupi dengan selaput berwarna keabu-abuan dan kondisi tersebut dinamakan sebagai katarak kongenital. Beberapa kasus mungkin tidak terlalu berdampak pada penglihatan bayi, tetapi jika kondisi katarak kongenital sangat parah dapat menyebabkan kebutaan pada bayi.
Katarak Kongenital, atau katarak bawaan sejak lahir, dapat menghambat perkembangan kognitif, sosial, dan emosional anak. Operasi menjadi langkah awal, namun proses pemulihan berlanjut melalui penggunaan kacamata khusus pascaoperasi sebagai bagian vital rehabilitasi visual.
Seberapa umum kelainan katarak kongenital pada bayi? Katarak kongenital merupakan kelainan atau cacat lahir yang masih terbilang jarang terjadi. Menurut American Academy of Ophthalmology, katarak pada bayi sejak lahir diperkirakan dapat menyebabkan kebutaan pada 5-20% mata bayi dan anak.
Sebagian kasus katarak kongenital tidak diketahui penyebab awalnya. Namun ada beberapa faktor umum penyebab yang berhasil diidentifikasi:
- Lebih dari 23% dari katarak kongenital merupakan kelainan yang diturunkan.
- Hipoglikemia atau gula darah rendah, hipoksia (kekurangan oksigen), hipotermia saat ibu mengandung bayi.
- Kelainan genetik, contohnya pada anak dengan Sindrom Down.
- Penyakit metabolik ibu seperti diabetes,
- Penyakit infeksi pada ibu saat mengandung, seperti TORCH (toksoplasma, rubella, cytomegalovirus, herpes simpleks), cacar air, polio, influenza dan sifilis.
- Bayi prematur atau bayi dengan berat badan lahir rendah.
- Obat-obatan seperti antibiotik tetrasiklin.
Pengobatan untuk Katarak Kongenital
Katarak kongenital dapat menghambat penglihatan bahkan juga bisa menyebabkan kebutaan. Biasanya anak yang mengalami katarak kongenital memerlukan operasi katarak sesegera mungkin.
Operasi tersebut adalah dengan cara mengambil lensa alami anak sehingga anak tersebut tidak memiliki lensa mata. Operasi katarak pada bayi harus dilakukan sedini mungkin untuk mengurangi risiko kebutaan dini. Selain itu tindakan operasi dapat membuat mata bayi berkembang dengan normal. Para ahli mengatakan bahwa operasi katarak kongenital sebaiknya dilakukan pada usia 6 minggu sampai 3 bulan.
Setelah operasi pengangkatan lensa, biasanya anak membutuhkan bantuan lensa buatan untuk melihat. Pemakaian lensa kontak tanam atau kacamata setelah operasi akan disarankan oleh dokter. Namun penggunaan kacamata lebih disarankan karena beberapa pendapat ahli lensa kontak tanam memiliki risiko terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan mata normal.
Bagi anak-anak pejuang Katarak Kongenital, kacamata adalah pintu awal untuk membuka dunia mereka. Lebih dari sekadar alat bantu, kacamata menjadi sarana penting agar mereka dapat belajar, bermain, dan berinteraksi secara optimal.
Saat ini tidak semua keluarga mampu menyediakan kacamata khusus dengan resep kompleks dan teknologi presisi tinggi. Bagi keluarga prasejahtera, harga kacamata ini kerap menjadi beban berat. Inilah yang mendorong Optik Tunggal, selaku perusahaan yang telah berdiri 96 tahun di Indonesia untuk meluncurkan program CSR Katarak Kongenital, menjembatani kesenjangan akses tersebut.
Alexander F Kurniawan, CEO Optik Tunggal, menegaskan bahwa program CSR ini sejalan dengan visi perusahaan untuk meningkatkan kualitas penglihatan generasi Indonesia, dengan melibatkan tenaga medis, mitra strategis, dan komunitas. Hingga kini, ratusan anak di lebih dari 20 daerah terpencil di Indonesia telah merasakan manfaatnya.
“Kami percaya setiap anak berhak melihat dunia dengan jelas, tanpa terhalang oleh keterbatasan yang sebenarnya bisa diatasi. Setiap senyum yang muncul setelah mereka mengenakan kacamata pertama adalah pengingat bahwa perjuangan kami belum berakhir. CSR ini adalah komitmen jangka panjang Optik Tunggal yang lahir dari keyakinan mendalam, bukan hanya untuk membantu pasca operasi, tetapi juga memastikan setiap anak mendapat dukungan visual yang tepat, menyeluruh, dan berkelanjutan untuk masa depan mereka,” ujar Alexander Kurniawan.
Kisah ini berawal pada 2017, ketika aktris Asri Welas melahirkan putranya yang didiagnosis Katarak Kongenital. Temuan tersebut bermula dari kejanggalan respons visual Ibran ketika berada di Jepang, yang kemudian mendorong Asri untuk segera pulang ke Indonesia dan memeriksakan kondisi sang anak.
Setelah melalui rangkaian pemeriksaan medis, dokter menyatakan bahwa Ibran harus segera menjalani operasi dan menggunakan kacamata khusus untuk menunjang perkembangan penglihatannya. Kesadaran akan pentingnya akses kacamata pascaoperasi inilah yang kemudian menuntun Asri pada kolaborasi strategis dengan Optik Tunggal.
“Saya bersyukur Ibran dapat ditangani dengan cepat dan kondisinya memungkinkan untuk memakai kacamata sebagai solusi utama. Begitu ia memakainya, reaksinya luar biasa, untuk pertama kalinya ia melihat jelas wajah saya dan warna-warni dunia. Pengalaman inilah yang membuat saya tergerak bekerja sama dengan Optik Tunggal, agar lebih banyak anak dengan kondisi serupa mendapatkan akses kacamata khusus dan kesempatan yang sama untuk berkembang,” ujar Asri Welas.
Pada 2018 Optik Tunggal mulai melakukan CSR rutin untuk pemberian kacamata khusus, dan di 2019 Asri Welas bekerja sama dengan kampanye Optik Tunggal untuk mendonasikan 90 pasang kacamata khusus bagi anak-anak prasejahtera dengan katarak bawaan.
Langkah ini menjadi awal gerakan yang kini menjangkau berbagai pelosok perdesaan hingga daerah terpencil di Indonesia. Program tersebut berkembang menjadi target 2.025 pasang kacamata gratis untuk keluarga prasejahtera. Pendekatannya tidak hanya memberikan bantuan, tetapi juga memastikan pendampingan jangka panjang agar anak menerima dukungan visual yang optimal seiring pertumbuhannya.
Alexander F Kurniawan menjelaskan setiap proses dimulai dari pemeriksaan detail kondisi mata, pemilihan lensa dengan presisi khusus dari ZEISS yang memang dirancang untuk kebutuhan pascaoperasi, hingga penyesuaian bentuk frame yang kecil agar sesuai dengan anatomi wajah anak.
Dengan teknologi lensa ZEISS, kacamata khusus yang seharusnya tebal dan berat dapat dibuat lebih tipis, ringan, dan nyaman, sehingga memudahkan anak-anak untuk memakainya setiap hari tanpa merasa terbebani.
Pada Juli 2025 lalu, Alexander F Kurniawan bersama Asri Welas bahkan mengunjungi salah satu penerima bantuan kacamata khusus di Bandung, Jawa Barat, bernama Eklema Nisa Azizah yang baru berusia sembilan bulan. Kunjungan ini memperlihatkan secara langsung bagaimana bantuan kacamata dari Optik Tunggal dapat mengubah kualitas hidup anak penerima, karena setelah mendapatkan kacamata khusus, Nisa mulai menunjukkan perkembangan positif pada respons visual dan interaksi sehari-harinya. Kisah Nisa sekaligus menjadi inspirasi bagi keluarga dan masyarakat akan pentingnya dukungan visual yang tepat sejak dini.