Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Peranakan Tionghoa Indonesia (Aspertina) menggandeng delapan perancang mode terkemuka Indonesia untuk peragaan busana bertajuk Kondangan Peranakan Tionghoa yang mengangkat seni budaya peranakan Tionghoa dengan sentuhan kekinian pada 29 Oktober di Hotel Mulia Senayan.
Kedelapan perancang mode itu adalah Poppy Dharsono, Itang Yunasz, Samuel Wattimena, Carmanita, Ferry Sunatro. Lalu Hengky Kawilarang, Afif Syakur, dan Geraldus Sugeng.
“Penyelenggaraan kegiatan Kondangan Peranakan Tionghoa ini bertujuan untuk melestarikan dan mengembangkan seni budaya peranakan Tionghoa kepada generasi muda Tionghoa,” kata Ketua Umum Aspertina Andrew Susanto di Restoran Merahdelima, Kebayoran Baru, Jaksel, Rabu sore (4/9/2013).
Busana pengantin peranakan Tionghoa, kata Andrew, sudah banyak ditinggalkan oleh generasi muda Tionghoa dan lebih banyak memakai busana pengantin barat dengan alasan antara lain kuno dan malu memakainya. “Dari baju bisa jadi identitas. Sayangnya peranakan Tionghoa pesta tidak memakai busana budayanya, tapi busana barat,” kata Andrew.
Untuk itu, katanya, pihaknya mengandeng 8 perancang mode Indonesia untuk memperagakan karya mereka yang mengangkat seni budaya keturunan Tionghoa dengan sentuhan modern, sehingga cocok dengan selera generasi muda muda guna melestarikan dan mengembangkan seni budaya peranakan Tionghoa.
Penyelenggaraan kegiatan tersebut juga dalam rangka perayaan HUT ke-2 Aspertina.
Aji Bromokusumo, Ketua Penyelenggara kegiatan seni budaya itu mengatakan pertimbangannya mengangkat tema Kondangan Peranakan Tionghoa itu karena merupakan satu momen pernikahan yang sakral dan tidak bisa diulang, tapi sekarang semakin lama semakin pudar.
Dia mengatakan pelaksanaan kegiatan tersebut ingin mengedepankan yang sudah ada dengan sentuhan modern.
Sementara itu David Kwa, Penasehat Aspertina mengatakan busana peranakan Tionghoa di Indonesia berbeda dengan busana di China, karena sudah mendapat pengaruh budaya lokal dan Eropa. “Busana peranakan Tionghoa ada tiga budaya (China, Indonesia, dan Eropa),” kata David.
Dia mencontohkan dari segi kombinasi warna. Kalau di China, katanya, kombinasi warna ngegjreng, sedangkan kombinasi warna peranakan di Indonesia menampilkan kombinasi warna lembut, karena pengaruh dari budaya Eropa.
Selain itu, motif khas China yaitu burung hong, pioni dan naga. Sedangkan untuk detail kebaya encim yaitu berlengan panjang, runcing pada bagian ujung bawah dan krah kecil.