/Ilustrasi
Fashion

Penderita Gagal Ginjal Sebaiknya Jangan Cuci Darah, Ini Alasannya

Deliana Pradhita Sari
Minggu, 16 Februari 2014 - 01:04
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – “Dua tahun lalu, tepatnya pertengahan 2011 ayah saya sering mual dan muntah-muntah.  Kami mengira Ayah hanya terkena penyakit asam lambung. Setelah kami bawa ke rumah sakit, ternyata Ayah divonis gagal ginjal stadium 5, “ kata Nurlince Susanti Sianturi (29 tahun) pendonor ginjal kepada Ayahnya Berton Sianturi (54 tahun).

Berton mulai melakukan cuci darah seminggu 2 kali hingga pertengahan 2013. Namun, seperti tidak ada perbaikan, Berton mulai mengalami berbagai komplikasi antara lain struk ringan, jantung membengkak, tensi darah naik, dan cairan yang menumpuk di paru-paru.

“Berat badan Ayah kian menurun hingga seperti tengkorak. Hal ini yang membuat saya berani mengambil keputusan untuk mendonorkan ginjal kiri saya untuk Ayah meskipun saya ditentang habis-habisan oleh suami dan keluarga besar suami mengingat saya belum memiliki anak,” katanya di kepada Bisnis, beberapa waktu lalu dalam acara RSCM Sukses Lakukan 100 Transplantasi Ginjal Dengan Teknik Laparoskopi dalam 2 tahun.

Setelah dilakukan transplantasi, tambah Nurlince, Ayahnya sudah makin sehat, berat badan kembali normal dan 3 bulan pascaoperasi sudah bisa mengendarai mobil ke luar kota.

Guru Besar Dept. Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM Prof. DR. Dr. Endang Susalit, SpPD-KGH mengatakan Gagal ginjal merupakan penurunan fungsi ginjal secara perlahan dan tidak bisa kembai ke fungsi normal.

Proses Gagal ginjal ini, jelasnya, terjadi secara perlahan-lahan dan hampir tidak ada gejala-gejala yang disadari. Penyebab utama dari gagal ginjal biasanya disebabkan oleh penyakit turunan seperti Diabetes (50%), Hypertensi (27%) dan Radang ginjal (23%).

“Kebanyakan pasien memilih jalan Hemodialisis (HD) atau cuci darah dibandingkan dengan trasnplantasi ginjal. Padahal 1 kali HD memakan biaya Rp850.000. Untuk pasien gagal ginjal stadium 5, mereka membutuhkan 8 kali HD dalam sebulan dan menghabiskan dana Rp6.800.000,” jelasnya.

Transplantasi ginjal memiliki manfaat dan keunggulan dibandingkan dengan HD dalam segi prosedur, ketergantungan pada fasilitas medis, dan peningkatan kuantitas dan perbaikan kualitas hidup. Transplantasi ginjal merupakan cara penanganan gagal ginjal yang paling ideal karena dapat mengatasi seluruh jenis penurunuan fungsi ginjal, sedangkan HD hanya mengatasi sebagian jenis penurunan fungsi ginjal.

dr. Chaidir A. Mochtar, SpU, PhD selaku Ketua Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI) menjelaskan teknik laparoskopi pada pengobatan gagal ginjal saat ini digunakan pada operasi pengambilan ginjal donor. Adapun keuntungan bagi pendonor adalah mengurangi jumlah darah yang hilang ketika operasi, mengurangi nyeri pascaoperasi, mempercepat masa penyembuhan sehingga pasien dapat kembali beraktivitas lebih cepat.

Transplantasi ginjal dapat memanfaatkan ginjal donor hidup atau ginjal donor jenazah. Transplantasi dari donor hidup memberikan hasil yang lebih baik dan memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan donor jenazah.

Keunggulannya antara lain, waktu tunggu yang lebih pendek, meningkatnya kualitas hidup, kejadian infeksi luka operasi lebih sedikit, kerapihan jahitan (kosmetik) lebih baik, nyeri pasca operasi lebih ringan, diagnosis lebih baik, dan insiden lebih rendah.

“Namun hal terpenting yang harus dilakukan saat ini adalah melakukan berbagai upaya untuk mencegah terjadinya gagal ginjal. Mereka yang paling berisiko adalah usia di atas 50 tahun, penderita diabetes, tekanan darah tinggi, obesitas, perokok dan orang yang memiliki riwayat penyakit ginjal di keluarga.” kata Ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) dr. Dharmeizar, SpPD-KGH dalam kesempatan yang sama.

Mengingat gejala gagal ginjal tidak terdeteksi, maka tiap individu harus melakukan pemeriksaan kesehatan berkala minimal 1 tahun sekali dengan melakukan rangkaian tes urin, ureum dan kreatinin, gula darah dan kolesterol.

Selain itu, kata Dharmeizar, jaga pola asupan makanan. Hindari makanan dengan kadar garam tinggi misal fast food. Konsumsi makanan yang rendah lemak dilengkapi dengan sayur dan buah. Perbanyak minum air putih minimal 2 liter perhari, olahraga teratur, hindari kegemukan dan hindari pemakaian obat jangka lama seperti obat rematik atau obat penghilang nyeri.

Jika seseorang memilki infeksi saluran kemih, tambahnya, seperti anyang-anyangen, kencing panas dan kencing batu, harus segera diobati.

Editor : Nurbaiti
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro