otak bayi/boldsky.com
Health

Epilepsi Butuh Pengobatan Terpadu

Ipak Ayu H Nurcaya
Jumat, 28 Agustus 2015 - 10:47
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA -- Epilepsi adalah salah satu penyakit neurologi menahun yang dapat mengenai siapa saja, tanpa batasan usia, jenis kelamin, ras maupun sosial-ekonomi. Angka kejadian epilepsi masih tinggi terutama di negara berkembang.

Dari banyak studi menunjukkan bahwa rata-rata prevalensi epilepsi aktif 8,2/1000 penduduk, sedangkan angka insidensi mencapai 50/100.000 penduduk. Di Indonesia, dari 237,6 juta penduduknya, diperkirakan jumlah penyandang epilepsi sekitar 1,1 hingga 8,8 juta, sedangkan insidens sekitar 50-70 kasus per 100.000 penduduk.

Dokter spesial saraf dari Rumah Sakit Bunda, Jakarta, Irawati Hawari, mengatakan pada suatu serangan epilepsi, terjadi aktivitas listrik abnormal di otak, dengan bentuk manifestasi berupa serangan kejang atau bentuk lain seperti perubahan tingkah laku, perubahan kesadaran dan perubahan-perubahan lain yang hilang timbul, baik yang terasa atau terlihat.

“Bagi orangtua, khususnya waspadai demam yang terlalu sering dan tinggi pada anak, bisa jadi mengarah pada penyakit ini,” kata Irawati.

Penyebab lain gangguan listrik di otak antara lain oleh kerusakan jaringan, misalnya tumor otak, cedera kepala, atau akibat gejala sisa dari suatu penyakit seperti infeksi otak (meningitis, encephalitis), gangguan pembuluh darah otak (stroke), cacat lahir, kelainan genetika, serta sekitar 30% tidak diketahui penyebabnya.

Manifestasi serangan dapat berbeda-beda karena tergantung pada fungsi otak mana yang terganggu. Masyarakat umumnya hanya mengetahui bahwa serangan epilepsi berbentuk kejang kelojotan disertai mulut berbusa.

Hilang Kesadaran

Dijelaskan, selain kejang-kejang, manifestasi serangan juga dapat berupa hilang kesadaran sesaat atau bingung, tiba-tiba menjatuhkan atau melempar benda yang dipegang, atau terjadi perubahan perilaku yang tiba-tiba, sehingga keluarga mengira sedang kesurupan.

Meskipun pada awal 1900-an era kedokteran modern epilepsi telah dimulai, masih ada masyarakat meyakini mitos yang ada sejak ribuan tahun yang lalu. Stigma atau persepsi yang salah terhadap epilepsi juga masih dialami baik di negara maju maupun di negara berkembang, yang tentunya berpengaruh negatif terhadap upaya pelayanan  optimal bagi orang dengan epilepsi (ODE).

Tujuan utama terapi atau pengobatan epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal, sesuai dengan perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik maupun mental yang dimilikinya. Untuk tercapainya tujuan tersebut diperlukan beberapa upaya, antara lain menghentikan bangkitan (seizure), mengurangi frekuensi bangkitan, mencegah timbulnya efek samping, menurunkan angka kesakitan dan kematian serta mencegah timbulnya efek samping dari obat anti epilepsi (OAE).

“Umumnya, 70% bangkitan dapat teratasi dengan 1 jenis OAE, sedangkan 30% sulit diatasi meskipun dengan 3 atau lebih OAE yang kita sebut sebagai epilepsi refrakter,” ujar Irawati.

Pada epilepsi refrakter, alternatif pengobatan yang dapat dilakukan adalah bedah epilepsi. Namun, tidak semua orang dengan epilepsi dapat menjalani terapi bedah epilepsi. Dokter yang mengkhususkan pada bidang epilepsi akan melakukan beberapa pemeriksaan dan evaluasi sebelum tindakan operasi dilakukan.

Epilepsi refrakter adalah epilepsi dengan bangkitan berulang, meski telah tercapai kadar terapi OAE dalam satu tahun terakhir. Bangkitan tersebut benar-benar akibat kegagalan OAE untuk mengkontrol focus epileptic, bukan karena dosis yang tidak tepat, ketidaktaatan minum OAE, kesalahan pemberian atau perubahan dalam formulasi.

Sekitar 25-30% penyandang akan berkembang menjadi epilepsi refrakter. Bila tindakan pembedahan juga tidak memungkinkan, alternatif lain yang dapat dilakukan  adalah diet ketogenik (Ketogenic Diet) dan stimulasi saraf vagus (Nervus Vagus Stimulation).

Irawati mengatakan, penanganan epilepsi dilakukan secara menyeluruh, mencakup tim psikolog atau psikiater, dokter spesialis saraf, spesialis bedah saraf, dan layanan fisioterapi profesional di bawah satu atap.

 

 

Editor : Nancy Junita
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro