Bisnis.com, JAKARTA - Saat ini mayoritas penduduk dunia sudah mampu mengakses telepon seluler (ponsel) pintar ke dalam genggaman mereka. Sejalan dengan itu, berbagai aplikasi digital untuk smart phone pun menjamur bak cendawan pada musim hujan.
Perubahan lanskap sosial dalam era digital ini turut mendorong maraknya aplikasi kencan virtual di kawasan Asia Pasifik. Indonesia pun tidak luput menjadi pasar yang dibidik para pengembang aplikasi online dating. Namun, tidak banyak yang menyadari aplikasi kencan virtual memiliki efek samping yang cukup mengkhawatirkan.
Sebuah studi dari United Nations Children’s Fund (Unicef) melaporkan aplikasi kencan berpengaruh terhadap maraknya penyebaran HIV/AIDS di Asia. Berdasarkan laporan berjudul Adolescents: Under the Radar in the Asia Pacific AIDS Responses itu, negara-negara Asia Pasifik— termasuk Indonesia—tengah menghadapi ‘pandemi tersembunyi’ tentang penyebaran HIV.
Riset yang diluncurkan awal Desember itu menunjukkan bahwa meskipun kasus infeksi HIV menurun secara keseluruhan, terdapat tren kenaikan jumlah penderita virus mematikan tersebut dari kalangan remaja.
Pada 2014, sebut Unicef, setidaknya terdapat 220.000 remaja usia 10 tahun sampai 19 tahun yang hidup dengan AIDS di kawasan tersebut. Kasus penderita HIV remaja paling banyak dijumpai di kota-kota besar seperti Bangkok dan Hong Kong.
Epidemi tersebut menyebar dengan cepat dan drastis di kalangan remaja homoseksual dan pria biseksual, seiring dengan maraknya pertumbuhan aplikasi kencan virtual. Berbeda dengan internet dating, aplikasi berbasis ponsel pintar bersifat lebih akurat dan real time.
Seseorang dapat menemukan teman kencan buta di lingkungan yang mudah dijangkau secara cepat melalui aplikasi kencan virtual via ponsel pintar. Kegiatan ini ditengarai menjadi penyebab maraknya kebiasaan berhubungan seksual secara spontan di kalangan remaja.
Dengan menghubungkan para remaja ke dalam jaringan yang lebih luas untuk mencari pasangan kencan, aplikasi tersebut secara tidak langsung turut membantu penyebaran virus HIV secara lebih cepat dan meluas.
Pada banyak kasus, para remaja— khususnya homoseksual—di beberapa kota besar Asia Tenggara lebih memilih menemukan teman kencan melalui aplikasi ponsel pintar ketimbang melalui pendekatan bertemu atau berkenalan secara langsung. Akibatnya, akses untuk bertemu dengan orang asing baru menjadi semakin terbuka lebar.
Aktivitas kencan semalam atau one night stand pun semakin marak. Ironisnya, tidak sedikit dari mereka yang melakukan hubungan badan tanpa proteksi dengan orang yang baru dikenalnya itu.
KEHIDUPAN SEKSUAL
Harus diakui, aplikasi ponsel pintar telah membuka spektrum baru tentang kehidupan seksual remaja pada era modern. Selain meliberalisasi, kemunculan aplikasi-aplikasi tersebut juga membuat kehidupan seks di kalangan remaja semakin tidak sehat.
Bahkan, tidak jarang bermunculan laporan mengenai aksi kekerasan yang terjadi akibat kencan buta tersebut. Namun, hal itu tidak membuat pengguna aplikasi keder dan tren penggunaan aplikasi kencan virtual pun sepertinya belum akan menurun dalam waktu dekat.
Khawatir dengan menjamurnya fenomena tersebut, Unicef mencoba mendorong pemerintah di seluruh Asia Pasifik untuk memenuhi tanggung jawab mereka dalam melindungi kesehatan para generasi muda.
Di antaranya adalah melindungi penderita AIDS, termasuk remaja homoseksual/biseksual, pekerja seks komersial, pecandu narkoba, dan transgender. Sebab, mereka sangat rentan diskriminasi, sehingga banyak yang memilih untuk tidak mendapatkan penanganan medis.
“Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah harus memiliki basis data penduduk remaja yang akurat, strategi pencegahan HIV, dan kebijakan/hukum yang spesifik untuk kalangan remaja,” ujar HIV Specialist untuk Unicef Asia Timur dan Pasifik Shirley Mark Prabhu. Shirley, dalam laporan Unicef.
Dia mengatakan strategi pencegahan AIDS tersebut harus mencakup edukasi tentang seks di sekolah-sekolah, distribusi kontrasepsi, serta test HIV dan layanan medis yang dikhususkan untuk remaja.
Namun, peran yang paling krusial tentunya berawal dari keluarga dan orang-orang terdekat remaja itu sendiri. Pantauan dan proteksi yang te pat dari orangtua akan sangat membantu menghindarkan generasi mu da dari risiko fatal aplikasi ken-can buta berbasis ponsel pintar.