Terbang layang/istimewa
Fashion

Empat Pelayang Indonesia Berhasil Pecahkan Rekor Dunia

Atiqa Hanum
Senin, 10 Oktober 2016 - 15:24
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA—Empat orang pelayang tradisional Muna, Sulawesi Tenggara berhasil memecahkan rekor dunia dengan menerbangkan layangan
daun alami terbesar bernama Kaghati.

Pencetak rekor tersebut adalah Lenegara, Lasima, Lamasile dan Laode Pamusu yang berprofesi bermacam-macam ada guru, petani hingga pegawai
negeri sipil. Mereka telah berusaha keras membuat layangan selebar 15 meter persegi itu mengudara di ajang Jakarta International Kite
Festival 2016 di Jakarta Garden City, Jakarta Timur.

Lamasile menceritakan bahan layangan itu dibuat dari 1300 lembar daun ubi hutan yang disebut kolope dengan waktu pengerjaan selama dua
minggu. “Kami mengerjakannya dengan hati-hati karena semua bahan dari alam,” katanya dalam siaran pers, Senin (10/10/2016).

Kaghati sampai saat ini tercatat sebagai yang terunik di dunia. Aslinya, layang-layang tradisional dari kabupaten Muna, Sulawesi  Tenggara ini mampu terbang tinggi dan bertahan di udara selama berhari-hari apabila cuaca dan angin memungkinkan. Layar utamanya adalah daun ubi hutan yang disebut kolope dan kulit bambu sebagai rangka serta serat nanas hutan sebagai talinya.

Saat terbang di udara, layangan kuno ini akan menimbulkan suara  mendengung yang berasal dari pita di kedua sisinya yang disebut kamumu. Pita itu terbuat dari daun nyiur atau kulit ari pohon waru. Sebelumnya, lanjutnya, layangan jenis ini pernah meraih juara pertama pada International Kite Festival di Berck sur Mer, Perancis, pada1997 silam. Kini kaghati versi jumbo dibuat untuk memecahkan rekor dunia dan berhasil.

Ketua Yayasan Masyarakat Layangan Indonesia (YLMI) Sari Madjid mengaku puas dengan hasil ini. Diungkapkannya, rekor ini adalah first world
record, bukan break record karena layangan yang seperti ini untuk sementara waktu adalah yang pertama di dunia.

“Jerih payah kita terbayar sudah. Kaghati sukses terbang sesuai rencana,” katanya.

Dia menambahkan keempat pelayang itu merupakan orang biasa yang cinta Indonesia dengan mewujudkan kecintaan sesuai bidang kemampuan mereka. Hanya perlu 20 menit untuk bisa memecahkan rekor dunia dan kaghati telah sukses melewati batas itu.

Setelah itu ada juga peluncuran buku berjudul “The First Kiteman” yang ditulisan Wolfgang Bieck. Buku ini mengupas tuntas mengenai perjalanan
Wolfgang yang meneliti sejarah Kaghati pada tahun 2002 di Muna, Sulawesi Tenggara. Bieck datang ke Muna menelusuri akar sejarah Kaghati di dinding goa Sugi Patani, Desa Liangkobori, Kabupaten Muna yang terdapat pahatan dinding batu yang menggambarkan seseorang yang menerbangkan layang-layang.

Coretan di goa tersebut setelah diteliti ternyata dibuat di era Epi-Paleolithic (periode Mesolitik), sekitar 9.000-5.000 tahun sebelum masehi. Nenek moyang Muna menerbangkan layang-layang ini sebagai sarana spiritual di masa lampau. Kaghati diterbangkan tanpa henti selama tujuh hari, lalu pada hari terakhir talinya diputus dan Kaghati dibiarkan melayang terbawa angin. Angin yang membawa pergi Kaghati ini dipercaya bisa memandu jiwa pemiliknya setelah mati ke tempat dimana Tuhan berada.

Wolfgang menyimpulkan layang-layang Muna adalah yang pertama kali diterbangkan oleh manusia berdasarkan keterangan otentik. Detail
penelitian Wolfgang ini ditulisnya di sebuah jurnal ilmiah yang terbit di Jerman dengan judul “The First Kitman” (2003).

Penulis : Atiqa Hanum
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro