Bisnis.com, JAKARTA - Obat memang dapat menjadi zat yang dapat menghentikan gangguan kesehatan, tetapi bila dikonsumsi secara belebihan dapat berbalik menjadi pemicu datangnya penyakit lain yang bahkan lebih berbahaya, termasuk obat pereda rasa nyeri.
Hal itu diutarakan Ketua Pengurus Besar Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) Aida Lydia. Menurut dokter Aida, obat pereda nyeri tidak boleh dikonsumsi secara sembarangan karena dapat berakibat fatal.
"Mengonsumsi obat pereda nyeri merupakan salah satu faktor risiko penyakit ginjal kronis," ujarnya, belum lama ini.
Dia menjelaskan, faktor-faktor risiko penyakit ginjal kronis (PGK) dibagi menjadi dua kelompok. Keduanya yakni faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi atau dikendalikan.
Faktor-faktor risiko yang tidak dapat dimodisikasi a.l. riwayat keluarga, penyakit ginjal, kelahiran prematur, usia, trauma/kecelakaan serta akibat dari penyakit-penyakit tertentu seperti Lupus, Anemia, Kanker, AIDS, Hepatitis C dan jantung berat.
Adapun faktor-faktor risiko PGK yang dapat dimodifikasi di antaranya Diabetes (tipe 2), Hipertensi, Napza, radang ginjal serta konsumsi obat pereda nyeri.
Selain mengetahui dan memerhatikan faktor-faktor risiko tersebut, kita juga perlu melakukan pemeriksaan fungsi ginjal untuk mengidentifikasi sedini mungkin adanya PGK penanganan dapat diberikan lebih efektif. Dan untuk mengetahui penurunan fungsi ginjal sejak dini dapat dilakukan pemeriksaan melalui darah dan urine.
Pemeriksaan darah dilakukan untuk melihat kadar kreatinin, ureum serta Laju Filtrasi Glomerulus (LFG), sedangkan pemeriksaan urine untuk melihat kadar albumin atau protein.
"Pengukuran fungsi ginjal terbaik adalah dengan mengukur LFG. Melihat nilai LFG baik secara langsung atau melalui perhitungan berdasarkan nilai pengukuran kreatinin, jenis kelamin dan umur seseorang."