Bisnis.com, JAKARTA - Penguatan pengawasan obat dan makanan serta penegakan hukum pengawasan obat dan makanan akan menjadi fokus utama Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) pada tahun ini.
Kepala BPOM Penny K. Lukito mengatakan, bahwa peningkatan Efektivitas Pengawasan Obat dan Makanan' secara khusus menjadi kegiatan prioritas nasional yang tercantum dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2019. Penguatan pengawasan obat dan makanan serta penegakan hukum pengawasan obat dan makanan pun menjadi dua proyek prioritas nasional.
Saat ini, BPOM terus memperkuat diri melalui penyusunan RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang tengah berproses di DPR RI.
“Urgensi RUU ini mencakup pengembangan, pembinaan, dan fasilitasi industri obat dan makanan dalam rangka peningkatan daya saing, peningkatan efektivitas dan penguatan pengawasan obat dan makanan, serta perkuatan fungsi penegakan hukum di bidang obat dan makanan,” ujar Penny melalui keterangan tertulisnya, Selasa (15/1/2019).
Selain RUU Pengawasan Obat dan Makanan, BPOM juga terus melakukan berbagai upaya terobosan untuk meningkatkan efektivitas pengawasan obat dan makanan. Terobosan tersebut antara lain melalui penerapan 2D Barcode pada produk obat dan makanan, penguatan pengawasan peredaran online obat dan makanan, intensifikasi operasi penindakan dan pengungkapan aktor intelektual melalui perkuatan kemitraan dengan institusi penegak hukum, pengembangan regionalisasi laboratorium, serta pengembangan SDM dari segi kuantitas, kompetensi, dan sikap/integritas.
Penny menuturkan sebagaimana fokus kinerja Pemerintah Presiden Joko Widodo pada 2019, BPOM juga melakukan perkuatan kinerja melalui pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM). Pengembangan SDM yang akan menjadi prioritas pada 2019 antara lain asesmen kompetensi manajerial dan teknis serta mapping kompetensi, pengembangan database kompetensi, pengembangan Knowledge Management BPOM RI, dan pengembangan e-Learning serta lainnya.
“Pengawasan obat dan makanan tidak akan berjalan optimal tanpa dukungan dan peran serta semua pihak. Karena itu, kami mengajak pelaku usaha, masyarakat termasuk media, dan instansi pemerintah untuk bersama mengawasi obat dan makanan dalam rangka perlindungan kepada masyarakat," katanya.
Sementara itu, pada 2018, BPOM melakukan penguatan kelembagaan yang ditandai dengan pembentukan Deputi Bidang Penindakan, Inspektorat Utama, serta Kantor POM di 40 kabupaten/kota untuk memperkuat dan mendekatkan pengawasan hingga pelosok nusantara. Hasil pengawasan pun terbukti signifikan, dimana selama 4 tahun terakhir, BPOM berhasil melakukan penindakan terhadap peredaran obat dan makanan ilegal mencapai Rp161,48 miliar dengan jumlah perkara kejahatan sebanyak 1.103 perkara, dimana 602 perkara sudah diselesaikan (51,35%).
Untuk mendorong peningkatan daya saing produk obat dan makanan, BPOM gencar melakukan reformasi birokrasi melalui debirokratisasi layanan publik, penguatan pelayanan publik, deregulasi dan penyusunan regulasi baru, serta pengembangan UMKM berdaya saing antara lain melalui program Bapak Angkat UMKM Jamu dan program Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) berjenjang. Selain itu BPOM memanfaatkan teknologi informasi untuk meningkatkan pengawasan obat dan makanan antara lain melalui penerapan 2D Barcode dan aplikasi SMART BPOM.
BPOM juga memberikan kemudahan berusaha dengan penyederhanaan prosedur, penurunan biaya layanan untuk UMKM, dan percepatan perizinan. Dalam 4 tahun terakhir jumlah produk teregistrasi meningkat mencapai 12.290 untuk obat, 8.880 untuk obat tradisional, 153.521 untuk kosmetik, 3.573 untuk suplemen kesehatan, serta 111.042 untuk pangan olahan.