Bisnis.com, JAKARTA—Tidak banyak perempuan yang bergabung dalam bidang teknologi, entah sebagai tenaga ahli, maupun sebagai pengguna. Jumlah perempuan yang terjun di bidang teknologi pun masih sedikit.
Coba perhatikan berapa banyak perempuan yang mengambil jurusan teknologi ketika kuliah, atau berapa banyak anak perempuan yang tertarik belajar coding sejak usia dini? Kenyataannya masih tidak banyak.
Kalau kita berkunjung ke dapur kerja bidang terknologi, masih jarang ditemukan tenaga kerja seperti programmer perempuan, data scientist perempuan, atau pengembang aplikasi perempuan, dan sebagainya.
Menurut data dari Statista.com per Maret 2018, perusahaan teknologi seperti Microsoft hanya memiliki tenaga kerja perempuan sebanyak 26% dan Netfix sebanyak 43%.
Laporan lebih spesifik mengenai perempuan yang berkarier dalam bidang teknologi dalam perusahaan tersebut: Microsoft 19% dan Netfix 28%. Menyusul perusahaan teknologi lainnya seperti Twitter dilaporkan memiliki 17% pekerja perempuan ahli teknologi, Uber 15%, Facebook 19%, Apple 23%, dan Google 20%.
Baru-baru ini Forbes merilis The World’s Top 50 Women In Tech, nama-nama perempuan muncul sebagai orang penting dalam kemajuan perusahaan raksasa teknologi seperti Youtube, Facebook, dan Apple. Mereka adalah COO Facebook Sheryl Sandberg, CEO Youtube Susan Wojcicki, CEO IBM Ginni Rometty, Senior PV Apple Angela Ahrendts, dan lain-lain.
Walau kiprah perempuan dalam bidang teknologi masih terbilang minoritas, bukan berarti mereka tidak memiliki kemampuan dan keahlian dalam bidang tersebut. Kemunculan tokoh-tokoh perempuan tadi dalam bidang teknologi sebetulnya sudah mendobrak pandangan tersebut.
Co-Founder Storial.co Aulia Halimatussadiah atau Llia mengatakan kurangnya minat perempuan untuk terjun ke bidang teknologi masih dipengaruhi banyak hal. Menurutnya, sebagian perempuan masih menganggap pekerjaan di bidang teknologi adalah pekerjaan yang maskulin, menakutkan, tidak menarik, dan tidak cocok dikerjakan perempuan. “Mindset ini sebetulnya yang harus diubah,” katanya.
Menurut Llia belajar teknologi juga tidak sesulit yang dibayangkan. Belajar soal coding misalnya, tidak melulu membuat kepala panas dengan angka-angka. “Belajar coding bisa dilakukan dengan fun,” tambahnya lagi,
Menjawab tantangan ini, Llia dan rekan-rekannya bergabung dalam organisasi nirlaba yang bergerak dalam pemberdayaan perempuan dalam bidang teknologi yaitu Girls in Tech Indonesia.
“Misinya adalah untuk memberikan informasi tentang teknologi pada perempuan sehingga mereka bisa menggunakannya untuk kemajuan diri sendiri,” katanya.
Kegiatan Girls in Tech diisi dengan pengenalan mengenai coding, robotic, digital marketing, dan hal lain seputar teknologi melalui workshop, mentoring, office visit, dan lain-lain. Kehadiran Girls in Tech diharapkan dapat membuka pandangan dan wawasan perempuan tentang teknologi bahkan memanfaatkannya secara profesional.
Walau begitu, dia menilai peran perempuan dalam bidang teknologi sebenarnya sudah jauh lebih baik. “Dulu saat saya belajar information technology (IT) hanya 20% perempuan, saya rasa sekarang sudah bertumbuh mencapai 30%,” katanya.