Bisnis.com, JAKARTA - Penyakit tuberkulosis alias TBC sering disalahpahami oleh masyarakat.
Akibat terpapar mitos mulut ke mulut, banyak orang salah kaprah dalam menanggapi penyakit yang disebabkan oleh kuman ini. Mitos-mitos itu berupa kepercayaan bahwa TBC diakibatkan oleh guna-guna, atau dituduh disebabkan gara-gara keturunan.
Faktanya, TBC bukanlah penyakit seperti itu. Walau banyak kasus pengidap TBC menularkan penyakitnya pada anak-anaknya, penularannya tidak melalui kelahiran.
Penularannya secara jelas terjadi karena infeksi Mycobacterium tuberkulosis yang menjangkiti beberapa anggota keluarga, karena tinggal dan hidup di lingkungan yang sama.
Masyarakat di daerah yang belum teredukasi soal TBC percaya bahwa penyakit ini disebabkan oleh guna-guna. Soalnya, batuk yang tak kunjung sembuh dianggap bukan penyakit biasa. Hal ini akhirnya menghambat kesembuhan dari penderita TBC karena mereka akhirnya memilih tidak berobat ke rumah sakit, tetapi ke dukun.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan RI Wiendra Waworuntu mengatakan bahwa penularan pada keluarga mungkin saja terjadi karena penularan kuman terjadi melalui udara.
Pada umumnya, TBC dapat tertular melalui batuk dan dahak. Fatalnya, kuman ini tidak gampang mati. Dia dapat bertahan cukup lama apabila tidak terpapar sinar matahari.
“Bagi mereka yang daya tahan tubuhnya rendah, apabila terkontaminasi kuman penular TBC, potensi mengalami TBC cukup besar,” kata Wiendra.
Angka kejadian TBC cukup tinggi di Indonesia. Per 2017, terdapat 842.000 kasus TBC yang terlaporkan. Sementara itu diperkirakan 47 persen penderita TBC tidak terdeteksi atau tidak memeriksakan penyakitnya.
Wiendra mengatakan gejala TBC sebetulnya cukup kentara yakni batuk parah secara terus-menerus. Kinerja kuman TBC membuat penderitanya mengalami penurunan berat badan, berkurangnya nafsu makan, demam, berkeringat di malam hari padahal tidak melakukan aktivitas. Dalam kondisi lebih serius, walau tidak semua, TBC ditandai dengan batuk berdarah.
Penularan
Karena penularan TBC juga cukup tinggi, terkadang TBC dialami lebih dari satu anggota keluarga yang tinggal di satu rumah. Nah, Wiendra menyarankan apabila terdapat gejala-gejala itu, sebaiknya jangan tunda, segera berobat.
“TBC dapat disembuhkan asalkan pasien berobat dengan rutin dan teratur, jangan sampai putus obat. Setelah didiagnosis positif TBC (yang dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium dan radiologi), pasien harus taat mengonsumsi obat yang dianjurkan sampai tuntas dan bersih.
Menurut Wiendra salah satu penyebab TBC tak kunjung sembuh adalah putusnya obat atau tidak rutin makan obat sehingga terjadi resistensi. Akibatnya untuk pengobatan TBC resisten obat justru lebih lama lagi.
Saat mengonsumsi obat, pastikan agar penderita diawasi oleh orang-orang terdekat. Jangan sampai pengobatan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Setelah itu, selama proses pengobatan sebaiknya lakukan pemeriksaan berkala di bulan kedua, kelima, dan keenam.
Pencegahan juga dapat dilakukan dengan menjaga agar tidak melakukan kontak langsung dengan penderita TBC selama dia belum sembuh. Banyak pasien TBC yang tertular di rumah, di asrama, di transportasi umum, dan di tempat-tempat umum lainnya yang ditinggali bersama.
Wiendra menegaskan bahwa pencegahan dan deteksi dini merupakan cara terbaik untuk mengurangi angka kejadian TBC. Dia mengatakan salah satu cara pencegahan paling ideal adalah memperhatikan etika batuk.
“Karena penularan paling mudah dari batuk atau bersin, kita perlu mengetahui etika saat batuk,” ujar Wiendra. Dia menyarankan agar ketika batuk atau bersin, sebaiknya menutup mulut dengan tisu atau sapu tangan. Sebaiknya tidak menutup mulut atau hidung dengan tangan karena dapat membuat kuman menempel di tangan. Nah, dari tangan bisa ditularkan ke tempat-tempat lainnya sehingga penularan makin luas.
“Kalau menggunakan tisu setelah batuk atau bersin, buang bekas tisu di tempat sampah, jangan di sembarang tempat,” katanya lagi. Setelah itu, rutinlah mencuci tangan dengan menggunakan sabun hingga bersih.
Kalau ada cairan yang keluar dari mulut atau hidung, sebaiknya jangan dibuang sembarangan. Ludah sebaiknya ditutup dengan pasir kalau Anda meludah di jalan. Akan tetapi, alangkah baiknya tidak meludah sembarangan.