Bisnis.com, JAKARTA—Adisatria kebanggaan Indonesia itu bernama Gundala. Karakternya telah tercipta sejak 1954 dalam pemikiran dan karya imajinatif Harya Suraminata alias Hasmi. Gundala melegenda sebagai tokoh komik pembela keadilan. Kini 50 tahun kemudian, karya layar lebar Gundala bangkit kembali menyapa generasi baru, tepatnya pada 29 Agustus 2019. Kita punya jagoan!
Proses produksi Gundala diakui produser Wicky V. Olindo membutuhkan waktu yang cukup panjang. Dia mengatakan bahwa proses pembuatan skenario, produksi, hingga rilis memakan waktu sampai 2 tahun. Film ini juga menghabiskan biaya produksi hampir Rp50 miliar.
“Butuh waktu sangat lama, karena harus menciptakan dan mengembangkan plot cerita yang sangat Indonesia, agar tidak dibandingkan dengan film asing. Sementara proses syuting dan post produksi sebetulnya tidak lama, karena didukung oleh sineas film terbaik,” ujarnya.
Proses pembuatan naskah memakan waktu sangat lama yakni 8 bulan, persiapan 5 bulan, syuting 3 bulan, hingga memasuki tahap perampungan.
Sebagai penulis skenario dan sutradara, Joko Anwar mengaku bahwa pembuatan skenario Gundala membutuhkan waktu paling panjang dibandingkan naskah yang pernah dibuatnya.
Dia ingin agar kekuatan karakter dan cerita menjadi sisi kuat yang paling menonjol, dibandingkan dengan teknologi yang digunakan untuk membuat film.
Baca Juga Presale Tiket Film Gundala Laris Manis |
---|
Joko banyak melakukan riset dan membaca semua komik terkait Gundala. Dia juga menggunakan referensi dari catatan pribadi Hasmi. Bahkan demi meramu skenario ini Joko mencari tempat yang nyaman untuk bekerja seperti museum dan kuburan, demi kenyamanan dan hasil yang maksimal.
Film ini memang tidak bertujuan untuk menciptakan karakter superhero, tetapi jagoan asli Indonesia. Jangan berpikir bahwa musuh yang akan dihadapi Gundala akan berasal dari alien atau planet lain. Jagoan dalam film ini akan menghadapi problem-problem yang sangat relevan dengan kehidupan orang Indonesia.
“Ya, sangat Indonesia sehingga cenderung mengarah kepada mistis, tidak ada scientist atau laboratorium,” katanya. Wicky mengatakan bahwa membentuk sebuah film jagoan yang berbau Indonesia itu memang membutuhkan waktu.
Akan ada perbedaan besar antara jagoan Indonesia dengan superhero dari mancanegara, sehingga tim produksi tidak khawatir bahwa film ini akan dibanding-bandingkan kelak. Persamaannya bisa jadi cuma satu, kostum Gundala dibuat di luar negeri.
“Tantangan yang dihadapi justru pesan yang akan disampaikan melalui film ini. Semoga, para milenial saat ini mengapresiasi karya anak bangsa, karya Indonesia,” ujar Wicky.
Bismarka Kurniawan, Direktur Utama Jagat Sinema Bumilangit mengatakan bahwa kecocokan visi dengan Screenplay Films yang akhirnya membawa kerjasama antara dua perusahaan kreatif ini. “Sepanjang pembuatan Gundala ini, kami membutuhkan pihak yang sama visi dan passion-nya,” ujar Bismarka.
Kerjasama ini bertujuan untuk membangun industri film 2.0 dan membawa warna dan gairah baru dalam industri kreatif. Dia berharap bahwa karya anak bangsa sebaiknya menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Bahkan jika perlu, karya itu dipasarkan di dunia internasional.
Seperti baru-baru ini, Gundala berhasil menembus Toronto Internasional Film Festival 2019. Prestasi ini membuktikan bahwa Gundala mendapatkan pengakuan dari publik internasional sebagai film yang memenuhi standar dan berkualitas. Siap menanti Sang Jagoan? Saksikan Gundala di bioskop 29 Agustus 2019.