Bisnis.com, JAKARTA - Fesyen bagi para selebritas adalah bagian tak terpisahkan. Keduanya berkelindan menjadi sebuah alat komunikasi untuk menunjukkan identitas pribadi dan eksistensi. Di atas karpet merah, mereka tampil berkilau bak raja dan ratu semalam.
Pekan lalu, dalam perhelatan Panasonic Gobel Awards 2019, para selebritas Tanah Air hadir dalam gaya busana memukau. Acara bergengsi yang digelar untuk ke-22 kalinya ini menjadi ajang bagi pesohor untuk mencuri perhatian publik.
Di atas karpet merah, pasangan Ananda Omesh dan Dian Ayu Lestari tampil serasi dengan busana couple. Keduanya mengenakan baju dan celana hitam dengan sentuhan warna biru berpadu kuning elektrik di bagian dada kanan serta garis celana.
Baca Juga JII Usung Koleksi Warna Bunga |
---|
Omesh mengatakan bahwa desain pakaian keduanya dirancang oleh Raegitazoro, desainer asal Indonesia. Keduanya pun mengaku memiliki penata busana yang kerap mendandani mereka saat melakukan sesi foto atau dalam acara-acara khusus.
"Terkadang kami juga stylish sendiri, mix and match [busana] sendiri," ujar Dian saat diwawancara dalam pergelaran yang diadakan di The Tribrata Darmawangsa, Jakarta, Jumat (6/12/2019).
Aktor Boy William juga tidak kalah memesona. Boy tampil elegan nan berkelas dengan setelan jas dan celana hitam. Sementara itu, paduan dasi kupu-kupu yang melingkar di kerah kemeja putihnya kian menyempurnakan gaya busana pria kelahiran 1991 tersebut.
Baca Juga https://lifestyle.bisnis.com/read/20191108/104/1168348/fesyen-gaya-retro-bakal-tren-begini-tips-padu |
---|
Boy menyampaikan bahwa outfit tersebut merupakan koleksi dari fesyen desainer Indonesia Agus Lim. Namun, yang tidak kalah menarik, Boy mengenakan sepatu yang dapat menambah tinggi badannya beberapa sentimeter.
"Sepatunya, you know what, ini secret. Sepatunya tidak gimana-gimana, tetapi sepatu ini bisa namabahin [tinggi] tujuh senti dari dalam," ujar Boy seraya menempelkan jari telunjuknya ke depan bibir.
Selain itu, aktris Yuki Kato juga tampil menawan. Perempuan berusia 24 tahun tersebut hadir dengan gaun emas yang pada bagian bawahnya terbelah hingga selutut. Sementara bagian atas gaun berdesain asimetris. Perpaduan tersebut semakin memaksimalkan gaya busana Yuki, yang pada malam itu menata rambutnya bergaya messy hair.
Keberlanjutan Fesyen
Dalam abad gaya hidup, penampilan adalah segalanya. Perhatian terhadap penampilan bukanlah hal baru dalam sejarah. Urusan performa atau presentasi diri ini telah lama menjadi perbincangan sosiologi dan kritikus budaya.
Erving Goffman, semisal, dalam The Presentation of Self Everyday Life (1959) mengemukakan bahwa kehidupan sosial terutama terdiri dari penampilan teatrikal yang diritualkan atau lebih dikenal dengan pendekatan dramaturgi.
"Manusia seolah-olah sedang bertindak di atas sebuah panggung. Berbagai penggunaan ruang, barang-barang, bahasa tubuh, ritual interaksi sosial tampil untuk memfasilitasi kehidupan sosial sehari-hari," tulisnya.
Sementara itu, para pakar juga menyebutkan bahwa kehadiran para selebritas juga memengaruhi realitas kehidupan sosial masyarakat, melalui gaya busana yang mereka pakai. Mereka menjadi pedoman masyarakat dalam melihat gaya hidup sub-kultur yang tengah berkembang.
Daniel Boorstin dalam karyanya The Image (1962) mengatakan bahwa selebriti adalah suatu kategori sosiologi yang unik. Mereka dapat menjadi ekspresi diri, sekaligus pembangkit inspirasi para konsumen. "Selebriti adalah human pseudo event atau heroic image," kata Boorstin.
Hasilnya, produsen fesyen pun berlomba untuk membuat barang bukan lagi sekadar fungsi, tetapi juga bagaimana barang produksinya bisa merefkleksikan kepribadian si pengguna.
Namun, seiring berjalannya waktu, fesyen tidak lagi berkutat pada hal-hal konsumerisme. Fesyen, terutama di Indonesia, memiliki visi untuk mewujudkan konsep ramah lingkungan yang berangkat dari kepedulian terhadap isu kemanusiaan.
Sebab, industri fesyen berkontribusi terhadap 10 persen karbon global. Hal itu berdampak negatif terhadap lingkungan, seperti polusi air dan pencemaran bahan kimia beracun. Limbah tekstil juga berdampak buruk bagi jutaan pekerja, khusunya perempuan.
Desainer Hannie Hananto mengatakan bahwa fesyen tidak hanya berbicara tentang baju berkualitas, tetapi juga harus berbicara kepedulian kepada para pekerja dan terhadap isu-isu lingkungan.
"Masih dibutuhkan kesadaran dari masyarakat untuk menggunakan busana dari hasil rancangan desainer lokal. Desainer di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mulai peduli dengan keberlangsungan fesyen," ujarnya.