Bisnis.com, JAKARTA – Staf khusus Menteri Kesehatan sekaligus praktisi kesehatan paru, Alexander K. Ginting mengakui dibandingkan kampanye kesehatan, iklan rokok baik tembakau atau eletrik jauh lebih menggema di masyarakat.
“Kalau dibandingkan dengan iklan rokok dan iklan yang berhubungan dengan tembakau, kita kalah,” ungkap Alexander saat ditemui di Gedung Kemenkes, Jakarta Selatan, Rabu (15/1/2020).
Senada, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM), Cut Putri Arianie mengatakan regulasi yang mengatur rokok eletrik sebenarnya sudah jelas tercantum dalam PP 109 tahun 2012 mulai dari uap, cairan, hingga gas. Namun memang iklan rokok lebih banyak dikonsumsi masyarakat dibandingkan imbauan kesehatan oleh pemerintah.
“Kita beberapa kali membuat kampanye untuk melarang orang merokok di iklan layanan masyarakat. Tapi kami harus mengakui kampanye merokoknya lebih menang dibanding edukasi untuk melarang orang merokok,” ungkap Cut.
“Karena bagus-bagus iklan rokok mereka karena dengan pendapatan mereka yang hampir triliunan per hari,” sambungnya.
Masalah rokok, menurut Alexander, adalah problematika yang berdampak pada Kementerian Kesehatan. Sehingga, pengendaliannya harus melibatkan semua kelompok untuk menurunkan prevalensinya.
DIkutip dari data Riskesdas 2018, angka prevalensi perokok elektrik meningkat menjadi 9,1 persen. Sehingga jika tidak diwaspadai, pada tahun 2030, kenaikannya bisa mencapai angka 16 persen.
“Jadi upaya kita adalah dengan memutarnya menjadi gerakan moral. Dengan itu kita bisa mengalahkan sekaya apa pun iklan-iklan tersebut. Komitmen kita yang penting,” pungkas Alexander.