Bisnis.com, JAKARTA - Penyebaran virus Corona hingga pemerintah menerapkan pembatasan sosial dapat berdampak pada kesehatan mental anak. Beberapa anak mengalami perubahan perilaku akibat stres dengan adanya situasi ini.
Beberapa perubahan umum anak yang harus diperhatikan seperti ditulis Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) dalam laporannya beberapa waktu lalu yakni termasuk tangisan berlebihan, munculnya perilaku di masa lampau seperti mengompol, kekhawatiran atau kesedihan yang berlebihan, kebiasaan makan atau tidur yang tidak sehat. Kemudian anak cepat marah dan berakting, hasil tugas sekolah yang buruk atau, sulit konsentrasi, hingga sakit kepala.
Walaupun sudah ada imbauan pembatasan sosial, tak sedikit anak yang merengek tetap minta bermain ke luar rumah. Bahkan beberapa dari mereka melawan dan kabur main ke luar rumah.
Baca Juga 5 Kunci Mendidik Anak Menjadi Sukses |
---|
Anastasia Satriyo, psikolog dari Tiga Generasi mengatakan sang anak pasti merindukan kegiatan rutin yang mengisi hari-harinya. Orang tua dalam hal ini harus mengatur siasat agar si anak betah di rumah dan kesehatan mentalnya tetap terjaga selama masa pandemi ini.
Anastasia menerangkan dalam situasi tersebut, para orang tua harus menerapkan pendekatan “connect before we correct” kepada anak. Artinya, orang tua harus membangun relasi terlebih dahulu kepada anak dan membuatnya nyaman sebelum mengoreksi perilaku atau tindakannya dan memberi pilihan yang terbaik.
"Jadi kalau anak terlalu sering melawan dan membangkang, jangan-jangan connection kita kurang. Atau harus cek usia juga karena kalau sudah mulai pra-remaja memang makin ingin melawan untuk explore dan testing the limit orangtua," tutur Anastasia kepada Bisnis beberapa waktu lalu.
Namun bagi mereka yang tergolong anak-anak dan masih perlu bimbingan lebih, selama masa social distancing ini orang tua sebaiknya membuat proyek bersama setiap hari. Entah itu memasak bersama, bercocok tanam, membuat prakarya yang mudah namun ceria dan bisa memberi ilmu baru bagi si anak.
Dengan begitu muncul penasaran bagi si anak untuk melakukan kegiatan yang baru setiap harinya. Terutama kegiatan yang membuahkan hasil dari karya anak tersebut sehingga memunculkan rasa bangga.
Kegiatan juga bisa dilakukan dengan berolahraga bersama di dalam rumah. "Kalau ada target, biasanya lupa cemasnya dan jadi terbiasa berpikir positif dikala susah," sebut Anastasia.
Orang tua harus bisa mengajak "ngobrol" anaknya. Bila perlu konteksnya membahas tentang emosi yang tengah dirasakan si anak. Dengan demikian si anak bisa mengenal emosi di dalam dirinya hingga akhirnya bisa mengendalikan kecemasan di tengah pembatasan sosial ini.