Ilustrasi/Yourtango
Relationship

Awas, Putus Cinta Bisa Mengganggu Kinerja Otak

Krizia Putri Kinanti
Selasa, 23 Juni 2020 - 13:28
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA -- Siapa pun yang pernah mengalami perpisahan traumatis tahu bahwa putus cinta itu sulit bagi psikologis Anda dan mengangggu pikiran Anda.

Sekarang, sebuah studi pencitraan otak fMRI baru menjelaskan bagaimana putus cinta dan patah hati dapat mengganggu dinamika seluruh otak.

Untuk studi neuroimaging ini, para peneliti menyelidiki bagaimana peningkatan gejala depresi setelah putus cinta mungkin berkorelasi dengan ukuran seluruh otak dari metastabilitas, integrasi, dan hierarki.

"Ukuran integrasi, keragaman spasial, dan variabilitas temporal dihitung untuk mengkarakterisasi organisasi spatiotemporal dinamis dari konektivitas seluruh-otak keadaan istirahat," tulis para penulis, dikutip dari Psychology Today, Selasa (23/6/2020).

Sampel untuk penelitian ini termasuk 69 peserta antara usia 18-26 yang telah mengalami putus cinta dalam enam bulan terakhir. Setelah menilai gejala depresi dan memberikan masing-masing peserta pemindaian fungsional magnetic resonance imaging (fMRI), para peneliti menetapkan bahwa peningkatan gejala depresi setelah putusnya hubungan dikaitkan dengan berkurangnya dinamika otak spatiotemporal.

"Dalam penelitian ini, kami menyelidiki kompleksitas dinamis otak saat istirahat dengan menerapkan kerangka pengapian intrinsik ke dataset 69 peserta dengan berbagai tingkat gejala depresi setelah putusnya hubungan," rekan penulis Gustavo Deco menjelaskan dalam sebuah rilis berita.

"Kami berhipotesis bahwa tingkat yang lebih besar dari gejala depresi yang dilaporkan sendiri terkait dengan berkurangnya integrasi global dan berkurangnya variabilitas spatiotemporal dalam organisasi fungsional otak."

Deco memimpin Pusat Otak dan Kognisi Universitat Pompeu Fabra dan merupakan Direktur Kelompok Ilmu Saraf Komputasi di UPF di Barcelona, Spanyol.

Hasil penelitian fMRI menunjukkan bahwa keparahan gejala depresi yang dialami seseorang setelah putus cinta dapat dikaitkan dengan defisit yang lebih signifikan dalam kemampuan spasial temporal seluruh otak untuk bekerja bersama untuk mengintegrasikan dan memproses berbagai informasi dari waktu ke waktu.

Gambaran otak dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa berkurangnya keragaman spasial dan penurunan variabilitas temporal yaitu metastabilitas setelah putus tampaknya menjadi penanda bagi keparahan gejala depresi seseorang setelah putusnya stres.

Secara umum, tingkat yang lebih tinggi dari gejala depresi setelah putus cinta dikaitkan dengan kurang "integrasi global," yang berarti bahwa otak (secara keseluruhan) memiliki kapasitas yang berkurang untuk mengatur dan mengintegrasikan informasi yang masuk dari daerah otak yang tersebar luas.

Selain memberikan wawasan baru tentang bagaimana putusnya hubungan dapat mengganggu dinamika seluruh otak, penelitian ini menawarkan petunjuk baru tentang bagaimana otak dapat merespons peristiwa kehidupan yang penuh tekanan lainnya yang meningkatkan gejala depresi.

Temuan terbaru ini (2020) memerlukan penelitian lebih lanjut tentang bagaimana dinamika seluruh otak yang terkait dengan integrasi global dapat menjadi penanda risiko potensial untuk depresi klinis sebagai respons terhadap stres situasional.

"Pendekatan kami dapat memberikan peluang baru untuk memahami gejala depresi pada populasi umum, menawarkan dimensi di seluruh kesehatan dan penyakit," para penulis menyimpulkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro