Bisnis.com, JAKARTA - Pulau Kalimantan yang kaya destinasi wisata alam punya satu sudut arena yang menjadi tempat wisata sekaligus budidaya penyu di Pulau Sangalaki, salah satu pulau di Kepulauan Derawan, Kabupaten Berau.
Kabupaten Berau yang berada di ujung Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Kalimantan Utara menawarkan beragam wisata alam pesisir. Tak heran begitu Anda memasuki kabupaten ini, ikon yang paling sering Anda temukan adalah penyu. Bahkan, ornamen penyu juga memenuhi Bandara Kalimarau, yang merupakan bandar udara di kabupaten ini.
Jika Anda bepergian menggunakan jalur darat dari ibu kota Kalimantan Timur yaitu Samarinda menuju Derawan, Anda akan menghabiskan waktu sekitar 8-12 jam perjalanan. Sebaliknya, jika Anda naik pesawat dari Balikpapan, atau Samarinda ke Berau hanya sekitar 30-45 menit saja.
Perjalanan tak selesai sampai di Berau saja, sebab menuju Derawan Anda punya pilihan via jalur darat sekitar 2,5 jam, atau naik pesawat dari Bandara Kalimarau ke Bandara Maratua sekitar 30 menit. Begitu Anda tiba di Kepulauan Derawan, ada banyak cottage yang bisa Anda inap, baik di Maratua atau di Derawan. Hanya di Pulau Sangalaki, rumah penyu ini yang dijaga ketat dan tidak menerima penginapan turis.
Sandi (32), pemilik travel agent Sandi Trip adalah salah satu agen travel di Samarinda yang menyediakan paket wisata keliling semua pulau di Kepulauan Derawan. Dari sejumlah jadwal tersebut, Sandi selalu menjadwalkan wisatawan untuk mendatangi Pulau Sangalaki. Sebagai tempat konservasi, Pulau Sangalaki punya pasir yang sangat putih, banyak tanaman yang juga tumbuh dengan subur dan nampak segar rimbun mengeliling pulau ini.
“Sangalaki ini rumah penyu, disini yang ada hanya tim konservasi saja, sehingga relatif sepi meski ada trip setiap hari berkeliling gugusan pulau Derawan,” ujar Sandi.
Betul saja, dalam pantauan Bisnis, setibanya di Pulau Sangalaki tidak ada pengunjung yang ramai dan bebas berkeliaran. Pulau seluas 280 hektar ini memiliki pasir yang sangat putih, dengan pepohonan hijau dan pohon kelapa mengelilingi pulau. Hanya ada satu rumah yang terbangun yakni Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur. Tim konservasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ini sudah bertugas sejak 2002 ketika Pulau Sangalaki diputuskan menjadi Kawasan Ekosistem Hutan dan Konservasi Penyu yang bertugas menjaga dan pembiakan penyu.
Bisnis mencatat, ada sekitar 3.700-an penyu yang bertelur di pulau ini setiap tahunnya. Biasanya, satu induk penyu bisa menelurkan 100 butir. Sudah lumrah penyu yang beredar di perairan Derawan akan pergi bertelur di Pulau Sangalaki karena relatif lebih aman dari predator. Adapun predator utama telur penyu adalah manusia yang mengambil telur penyu untuk diperjualbelikan. Pasalnya daging dan telur penyu biasa diperdagangkan dengan harga yang sangat mahal.
Perburuan penyu oleh manusia masih menjadi salah satu masalah yang terjadi di Indonesia. Padahal pemerintah sudah punya Peraturan Pemerintah Nomor 7/1999 tentang Pelestarian Jenis Tumbuhan dan Satwa yang melindungi semua jenis penyu.
Alhasil kini ada dua spesies penyu yang diklasifikasikan sangat terancam punah oleh The World Conservation Union yakni penyu belimbing dan penyu sisik. Beberapa spesies lain seperti penyu hijau (Chelonia mydas), penyu lekang atau penyu abu-abu (Lepidochelys olivacea), penyu tempayan atau loggerhead (Caretta caretta), digolongkan sebagai terancam punah. Hanya penyu pipih (Natator depressus) yang diperkirakan tidak terancam.
Selain manusia, beberapa predator lain yang mengancam penyu adalah biawak laut. Oleh sebab itu biasanya, telur penyu akan disisir dan ditemukan oleh petugas BKSDA pada malam hari.
Selanjutnya petugas akan mengamankan telur itu dari predator biawak. Maklum saja, Sangalaki yang dipertahankan sebagai area konservasi liar juga masih banyak populasi kadal dan biawak air yang berkeliaran dengan bebas.
Untuk meningkatkan antusiasme dan menjaga keberlanjutan populasi penyu, tim BKSDA pun beberapa kali bekerjasama dengan mitra swasta seperti Daihatsu untuk program CSR pelepasan bayi penyu ke lautan lepas pada malam hari.
Pelepasan bayi penyu atau tukik inilah sebuah momen untuk penentuan masa depan tukik di alam bebas menghadapi predator lain yang lebih berbahaya, misalnya saja hiu.
Salah satu anggota pelancong Sandi Trip ke Pulau Sangalaki, Nofiatul Chalimah menyatakan saat ini tren memakan penyu memang masih tinggi termasuk di Kalimantan. Umumnya penyu dikonsumsi sebagai sate.
Kedatangan Nofi ke Sangalaki pun membuatnya tersadarkan pentingnya mengedukasi masyarakat untuk menjaga ekosistem dan tidak mengonsumsi atau memburu penyu. “Tegakah makan telur hewan lucu begini? Banyak kok jenis telur lain yang bisa dimakan. Jangan dimakan dan diburu lagi ya telurnya,” ujar Nofi.
Nofi pun mengunggah foto bersama bayi tukik dalam laman media sosialnya sepulang dari Sangalaki.