Bisnis.com, JAKARTA - Johnson & Johnson (NYSE:JNJ) mengumumkan kandidat vaksin utamanya dapat memberikan perlindungan terhadap infeksi SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan COVID-19 pada manusia, dalam studi pra-klinis.
Data yang dipublikasikan di Nature menunjukkan vaksin berbasis vektor adenovirus serotype 26 (Ad26) menimbulkan respons kekebalan yang kuat seperti yang ditunjukkan oleh "antibodi penetral" (neutralizing antibodies) sehingga yang berhasil mencegah infeksi dan memberikan perlindungan pada paru-paru dari virus.
Vice Chairman of the Executive Committee and Chief Scientific Officer Johnson & Johnson Paul Stoffels mengatakan fase 1/2a uji klinis pertama pada manusia kini telah dimulai di Amerika Serikat dan Belgia.
“Hasil uji pra-klinis menunjukkan kandidat vaksin SARS-CoV-2 mampu memberikan perlindungan lengkap atau hampir lengkap dengan dosis tunggal. Uji coba Fase 3 pada bulan September,” ujarnya seperti dikutip dalam siaran pers, Senin (3/8/2020).
Program uji klinis Janssen Covid, termasuk uji klinis Fase 1/2a dan Fase 3, akan mengevaluasi rejimen satu dan dua dosis Ad26.COV2.S dalam studi paralel.
Dia menuturkan uji coba Fase 1/2a akan mengevaluasi keamanan, reaktogenisitas (reaksi yang diharapkan terhadap vaksinasi, seperti pembengkakan atau nyeri), dan imunogenisitas Ad26.COV2.S pada lebih dari 1.000 orang dewasa sehat berusia 18-55 tahun serta orang dewasa berusia 65 tahun ke atas.
"Perencanaan juga sedang berlangsung untuk studi Fase 2a di Belanda, Spanyol dan Jerman dan studi Fase 1 di Jepang," jelasnya.
Sementara itu, perusahaan juga merencanakan program pengembangan klinis Covid-19 Fase 3. Johnson & Johnson juga menggelar sejumlah diskusi dengan mitra. Hal itu dilakukan sambil menunggu data sementara dari uji coba Fase 1 dan 2 dan persetujuan regulator.
Secara bersamaan, lanjutnya, perusahaan juga berencana untuk memulai uji klinis Fase 3 paralel dari rejimen dua dosis versus plasebo. Perusahaan juga akan memberikan perhatian pada perwakilan dari populasi yang terkena dampak pandemi secara tidak proporsional sambil merancang dan mengimplementasikan program uji coba Covid-19 Fase 3.
"Di Amerika Serikat, upaya ini akan mencakup representasi yang signifikan dari orang berkulit hitam, Hispanik/Latin dan peserta yang berusia lebih dari 65 tahun," jelasnya.
Studi pra-klinis dilakukan oleh para peneliti dari Beth Israel Deaconess Medical Center (BIDMC) bekerja sama dengan Janssen Pharmaceutical Companies of Johnson & Johnson dan lainnya sebagai bagian dari kolaborasi berkelanjutan untuk mempercepat pengembangan vaksin SARS-CoV-2.
Direktur Center for Viroloy and Vaccine Research di BIDMC dan the Ragon Institute Dan Barouch menyatakan data pra-klinis yang dihasilkan dalam kolaborasi dengan tim Johnson & Johnson menyoroti potensi dari kandidat vaksin SARS-Cov-2 ini.
"Data menunjukkan bahwa tingkat antibodi dapat berfungsi sebagai biomarker untuk perlindungan yang dimediasi vaksin," ungkapnya.
Dalam studi tersebut, para peneliti pertama-tama mengimunisasi NHP dengan panel prototipe vaksin, dan kemudian mengetesnya dengan infeksi SARS-CoV-2. Para ilmuwan menemukan dari tujuh prototipe vaksin yang diuji dalam penelitian ini, Ad26.COV2.S (disebut dalam artikel Nature sebagai Ad26-S.PP), menghasilkan tingkat antibodi penetralisasi tertinggi untuk SARS-CoV-2.
Tingkat antibodi berkorelasi dengan tingkat perlindungan, lanjutnya, mengonfirmasi pengamatan sebelumnya dan menyarankan mereka bisa menjadi biomarker potensial untuk perlindungan yang diperantarai vaksin.
Enam NHP yang menerima imunisasi tunggal dengan Ad26.COV2.S tidak menunjukkan virus yang terdeteksi di saluran pernapasan bawah setelah terpapar SARS-CoV-2, dan hanya satu dari enam yang menunjukkan tingkat virus yang sangat rendah dalam usap rongga hidung pada dua poin waktu.
Global Head, Janssen Research & Development Johnson & Johnson Mathai Mammen berkomitmen menyediakan suatu vaksin yang aman dan efektif kepada dunia.
"Kami menyadari bahwa jika berhasil, maka vaksin ini dapat dikembangkan dengan cepat, diproduksi dalam skala besar dan dikirim ke seluruh dunia,” ujarnya.
Johnson & Johnson menargetkan memasok lebih dari satu miliar dosis secara global pada 2021. Namun, hal itu dapat dilakukan apabila vaksin tersebut aman dan efektif. Proyek ini seluruhnya atau sebagian telah didanai oleh Federal funds dari kantor Assistant Secretary for Preparedness and Response, Biomedical Advanced Research and Development Authority.