Bisnis.com, JAKARTA -- Salah satu ilustrator asal Indonesia yang sudah dikenal secara internasional karena ikut berkarya mengerjakan berbagai ilustrasi karakter superhero produksi Marvel seperti Spiderman, dan Iron Man, serta komik Transformer dan GI Joe adalah Chris Lie.
Pria kelahiran Bandung, September 1974 ini memulai karirnya sebagai seorang konsultan arsitek yang ikut mengerjakan proyek Garuda Wisnu Kencana, Bali. Di sela waktu kerjanya, pada malam hari, Chris yang saat itu baru saja lulus dari ITB membuat komik karena memang sejak kecil dirinya sudah jatuh cinta dengan dunia komik dan ilustrasi.
Setahun bekerja sebagai arsitek, dia pun fokus mendirikan studio komik dengan menerima pengerjaan komik-komik pesanan yang dicetak dan dipasarkan sendiri. Namun, usaha dan kerja kerasnya dalam membuat karya rupanya kurang menghasilkan sehingga dia pun melanjutkan pendidikan dengan mendapatkan beasiswa penuh untuk program master di Savannah College of Art and Design, Amerika Serikat.
Saat kuliah, dia diharuskan untuk mengambil program magang. Chris pun memilih untuk magang di Devil’s Due Publishing, Chicago yaitu perusahaan penerbitan yang memegang lisensi komik GI Joe.
“Awalnya saya ngga dipercaya untuk membuat apa-apa, hanya disuruh untuk fotokopi dan antar dokumen, kalau pun disuruh menggambar hanya untuk kerjaan saja tidak pernah dipakai. Namun saya tidak pernah menolak apapun pekerjaan yang diminta, apa yang mereka suruh kerjakan ya saya kerjakan,” kenangnya.
Hingga suatu hari mendekati akhir-akhir magang, Hasbro, perusahaan yang menaungi GI Joe dan Transformer menawarkan proyek pembuatan action figure GI Joe. Semua staf ilustrator termasuk staf magang diminta mengirimkan gambarnya, ternyata karya Chris yang terpilih karena style nya yang dinilai pas dengan konsep market GI Joe.
Baca Juga Kisah Dahlan Iskan Melawan Kanker Hati |
---|
Setelah lulus kuliah, Chris kembali ke Indonesia, saat itu Hasbro dan DPP menjadi klien tetapnya. Di Indonesia, dia lantas mencoba mewujudkan rencananya sebelum berangkat ke Amerika yaitu membuat wadah bagi para ilustrator dari Indonesia untuk mengerjakan proyek-proyek dari luar negeri dengan mendirikan Caravan Studio.
“Karena memang saya akui saat kita mengerjakan proyek lokal itu secara finansial kurang dapat menghidupi, kalau proyek dari luar negeri itu kita bisa mendapatkan honor sekitar 4 hingga 10 kali lipat dari di Indonesia,” ujarnya.
Chris sendiri mengaku bisa mendapatkan proyek besar dari luar negeri karena dia sangat menjaga hubungan baik dengan klien. Selain itu, dia juga termasuk yang cukup nekat dalam menawarkan proyek pengerjaan kepada perusahaan-perusahaan besar, termasuk Marvel, berbekal pengalaman dan portfolio proyek sebelumnya.
“Untuk bisa tembus ke Marvel kita juga berulang kali, bolak-balik bikin sample. Bahkan ketika mereka datang ke Singapura, kita juga temuin, ga masalah Cuma beberapa menit juga yag penting kita masuk ke radar mereka, keberadaan kita terdeteksi oleh mereka,” tuturnya.
Menurutnya, secara hasil karya dari para kreator dalam negeri tidak kalah dibandingkan dengan ilustrator maupun animator dari luar negeri. Bahkan tak sedikit pula yang sudah berkarya mengerjakan proyek-proyek besar dari studio internasional.
Namun memang jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, apalagi Singapura dan China, para kreator dari Indonesia yang berkarya di luar negeri masih kalah jumlahnya. Menurutnya, ada dua permasalahan, pertama adalah pendidikan di Indonesia yang terlalu global dan belum spesifik dan yang kedua adalah industri yang ekosistemnya masih belum terlalu terbentuk.
“Kalau di luar negeri itu, skala industri mereka itu sudah internasional. Transfer of knowledge nya juga sangat baik sehingga ketika ada pekerja yang keluar dari studio dan membuat studio sendiri, itu mereka labelnya sudah internasional. Kalau di Indonesia ini kita masih berjalan sendiri, belum ada standarnya karena kurangnya transfer of knowledge,” tuturnya.