Sejarah Hari Ibu Nasional / Instagram @Kemenpppa
Relationship

Sejarah Hari Ibu dan Tokoh-tokoh Wanita yang Berjasa

Rika Anggraeni
Selasa, 22 Desember 2020 - 12:18
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Hari Ibu diperingati setiap 22 Desember setiap tahun oleh warga Indonesia. Berbagai cara bisa dilakukan untuk memperingati Hari Ibu, mulai dari mengucapkan selamat hingga aneka program.

Peringatan Hari Ibu digelar untuk mengingatkan seluruh rakyat Indonesia, terutama generasi muda, akan makna Hari Ibu sebagai hari kebangkitan dan persatuan serta kesatuan perjuangan kaum perempuan.

Namun, tahukah Anda asal mula peringatan Hari Ibu? Berikut sejarah Hari Ibu seperti dilansir dari laman Setjen Kemendikbud RI:

1. 1928: Kongres Perempuan Indonesia Pertama
Gema Sumpah Pemuda dan lantunan Indonesia Raya digelorakan dalam Kongres Pemuda Indonesia pada 28 Oktober 1928 menggugah semangat para perkumpulan kaum perempuan untuk mempersatukan diri dalam satu kesatuan mandiri.

Kemudian, atas prakarsa para perempuan pejuang pergerakan kemerdekaan, pada 22-25 Desember 1928 diselenggarakan Kongres Perempuan Indonesia I di Yogyakarta. Kongres ini dihadiri oleh kurang lebih 1.000 wakil dari 30 organisasi perempuan di Jawa dan Sumatra yang bertujuan memperjuangkan hak-hak perempuan, terutama dalam bidang pendidikan dan pernikahan.

Salah satu keputusan Kongres tersebut adalah dibentuk organisasi federasi yang mandiri bernama Perikatan Perkoempoelan Perempoen Indonesia (PPPI). Pada 1929, PPPI beganti nama menjadi Perserikatan Perkoempoelan Istri Indonesia (PPII).

2. 1935: Terbentuknya Kongres Perempuan Indonesia
Selanjutnya pada 1935 diadakan Kongres Perempuan Indonesia II di Jakarta. Kongres tersebut berhasil membentuk Badan Kongres Perempuan Indonesia (KPI).

Selain itu, Kongres Perempuan Indonesia II juga menetapkan fungsi utama Perempuan Indonesia sebagai Ibu Bangsa yang berkewajiban menumbuhkan dan mendidik generasi baru yang lebih menyadari dan tebal rasa kebangsaannya.

3. 1938: Kongres Perempuan Indonesia III
Pada 1938, KPI III di Bandung menetapkan bahwa tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu.

4. Penetapan Hari Ibu sebagai hari nasional
Selanjutnya dikukuhkan oleh Pemerintah dengan Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional yang Bukan Hari Libur tertanggal 16 Desember 1959, yang menetapkan Hari Ibu jatuh pada 22 Desember merupakan hari nasional dan bukan hari libur.

-
Dalam Kongres Perempuan I, ada sejumlah organisasi dan tokoh penting yang berkontribusi di dalamnya. Organisasi itu terdiri dari Wanita Oetomo, Aisiyah, Poetri Indonesia, Wanita Katolik, Wanita Moeljo, Sarekat Islam, Jong Islamieten Bond Dames Afdeling, dan organisasi Wanita Taman Siswa.

Sementara itu, tokoh penting dalam Kongres Perempuan Indonesia I di antaranya adalah Ny. Soekonto (Wanita Oetomo), Nyi Hajar Dewantara (Wanita Taman Siswa), dan Sujatin Kartowijono (Poetri Indonesia).

Ketiga wanita ini membangkitkan semangat para wanita untuk merealisasikan ide dan harapan untuk membahas hal-hal penting yang dapat dilakukan wanita dalam pergerakan nasional Indonesia.

1. Ny. Soekonto
Melansir dari wartafeminis.com, Siti Aminah atau dikenal R.A Soekonto dari perwakilan Wanita Tomo adalah istri dari tokoh pendiri Boedi Oetomo. Ny. Soekonto mengetuai Kongres Perempuan I.

Pada saat suaminya dibuang ke Belanda, dia ikut dan bersekolah guru di sana. Ny. Soekonto juga kakak kandung dari Ali Sastroamidjojo Perdana Menteri Indonesia pada masa Soekarno.

Sementara mengutip dari pmiaceh.or.id, pada Kongres di Bandung 1952, diusulkan untuk dibuat sebuah monumen dan pada tahun berikutnya dibangunlah Balai Srikandi.

2. Nyi Hajar Dewantara
Nyi Hajar Dewantara adalah salah satu tokoh yang berperan dalam Kongres Perempuan I yang mewakili organisasi Wanita Taman Siswa.

Melansir dari laman Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY, Nyi Hajar Dewantara adalah pendiri Taman Siswa dan pemimpin perguruan tinggi Taman Siswa. Ia lahir pada 14 September 1890 dengan nama Raden Ajeng Sutartinah.

Pada 1904, ia menamatkan pendidikannya di Europease Lagere School, kemudian melanjutkan ke sekolah guru dan menjadi guru bantu di sekolah yang didirikan Priyo Gondoatmodjo. Pada 4 November 1907, ia bertunangan dengan R.M Suwardi Suryaningrat atau yang dikenal dengan Ki Hajar Dewantara. Dari pernikahannya itu kemudian mengenalkannya pada dunia jurnalistik dan politik.

Nyi Hajar Dewantara kemudian terus aktif dalam dunia pendidikan dan pergerakan perempuan, termasuk keikutsertaannya dalam susunan pengurus yang dibentuk setelah Kongres Perempuan I di Yogyakarta tersebut. Pada Kongres tersebut, ia membacakan pidato yang berjudul "Keadaban Isteri".

3. Sujatin Kartowijono
Melansir dari Indonesia Inside, salah satu dari pelopor pergerakan Kongres Perempuan adalah Sujatin anggota pengurus Poetri Indonesia. Usianya pada saat itu baru 21 tahun dan menjadi yang paling muda di antara dua pelopor yang lain.

Sejak remaja dia telah bergabung dalam organisasi, salah satunya Jong Java yang merupakan organisasi kebangsaan pemuda Jawa. Gagasan yang ingin ia perjuangkan ialah mengenai kesetaraan bagi perempuan. Diakuinya, hal tersebut ia dapatkan setelah membaca buku R.A Kartini, “Habis Gelap Terbitlah Terang” yang berisi kumpulan surat-surat Kartini.

Setelah Indonesia merdeka, Sujatin ikut mendirikan Perwari Persatuan Wanita Republik Indonesia dan terpilih sebagai Ketua Badan Federasi Kongres Wanita. Setelah melepaskan seluruh jabatannya di tahun 1960, Ia tetap menjadi penasehat Perwari. Berkat pembicaraan dan perjuangannya, tanggal 22 Desember disetujui dan diperingati juga sebagai hari penerimaan perempuan Indonesia.

Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro