Bisnis.com, JAKARTA - Berbagai jurus sudah dikeluarkan oleh pelaku industri musik untuk bertahan di tengah ketidakpastian akibat pandemi Covid-19. Namun, upaya tersebut masih belum sepenuhnya mampu mengatasi berbagai masalah yang membayanginya.
Masih banyak pelaku industri musik, terutama yang berada di lini bawah tak tahu lagi harus berbuat apa untuk menyambung hidup. Hadirnya platform digital yang digadang-gadang sebagai penyelamat industri musik juga tak banyak membantu.
Menurut Ketua Harian Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu, dan Pemusik Republik Indonesia (Pappri) Anang Hermansyah, pelaku industri musik saat ini menanti terobosan pemerintah yang memungkinkan pertunjukan musik bisa digelar kembali tanpa mengabaikan protokol kesehatan.
Dengan demikian mereka yang berada di lini bawah industri musik, seperti pekerja di balik panggung bisa kembali menerima penghasilan untuk bertahan hidup. Karena, menurut Anang, selama ini banyak dari mereka hanya bergantung pada uluran tangan para musisi atau pelaku industri musik lainnya yang sudah mapan.
“Kami menanti bagaimana terobosan pemerintah agar bisa dilakukan kembali pertunjukan yang tetap mematuhi protokol kesehatan. Selama ini, kami musisi ini hanya bisa membantu teman-teman di belakang layar dengan cara saweran atau buat konser virtual hasilnya disumbangkan ke mereka,” katanya kepada Bisnis, belum lama ini.
Anang berharap seiring dengan hadirnya vaksin Covid-19 dan upaya pemulihan ekonomi oleh pemerintah pusat maupun daerah, terobosan itu bisa segera direalisasikan. Entah sekadar kebijakan yang menjadi petunjuk pelaksanaan atau lebih dari itu.
Tentunya, akan menjadi kabar gembira bagi para pelaku industri musik ketika pemerintah yang dalam hal ini adalah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif menyiapkan tempat khusus untuk penyelenggaraan pertunjukan di tengah pandemi virus corona.
“Pemerintah ini juga bisa mengadakan berbagai pertunjukan, menggandeng musisi-musisi besar secara rutin yang memberikan kesempatan pekerja di balik panggung kembali berkarya,” tutur Anang.
Terkait dengan insentif pemerintah, Anang menyebut masih terkendala oleh karena belum adanya mahadata (big data) yang mencatat seberapa banyak pelaku industri musik. Sejauh ini, pemerintah baru menyiapkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bagi pelaku industri musik yang diatur dalam Keputusan Menteri Ketenagakerjaan No. 204/2018.
Baca Juga The Panturas Suguhkan Langgam Baru di Lagu Tafsir Mistik Artikel ini telah tayang di Bisnis.com den |
---|
“Big data ini penting selain untuk mencatat seluruh karya musisi di Indonesia yang nantinya berkaitan dengan royalti juga untuk mencatat berapa banyak mereka yang bekerja di industri musik. Acuannya bisa lewat SKKNI yang sudah ada,” ungkapnya.
Belum adanya mahadata industri musik di Indonesia, menurut Anang, tak terlepas dari sikap pemerintah yang memandang industri dengan sebelah mata selama bertahun-tahun. Pada akhirnya hal tersebut membuat aturan mengenai industri musik jauh dari memadai.
Selama ini, pelaku industri musik hanya mengacu berpedoman pada UU No. 28/2014 tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dan UU No. 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
TATA KELOLA
Sementara itu, Ketua Umum Federasi Serikat Musisi Indonesia (Fesmi) Candra Darusman menilai perbaikan tata kelola menjadi hal yang paling dinanti oleh pelaku industri musik, selain keberadaan mahadata.
Masifnya penggunaan platform digital oleh pelaku industri musik membuat perbaikan tata kelola kian mendesak untuk dilakukan. Tanpa adanya perbaikan tata kelola, jumlah pelaku industri musik, khususnya musisi yang dirugikan tentunya akan terus bertambah.
“Perlu tata kelola yang baik agar aturan main di industri musik ini jelas, termasuk penegakan hukumnya. Tata kelola harus diperbaiki karena saat ini hanya mengakomodasi ekosistem fisik, ekosistem digitalnya belum,” kata Candra kepada Bisnis.
Lebih lanjut, Candra mengungkapkan perbaikan tata kelola juga dibutuhkan agar tidak ada lagi tumpang tindih kewenangan antarlembaga pemerintah terkait industri musik. Hal tersebut juga akan mengoptimalkan fungsi dari Portamento, mahadata industri musik yang sedang disiapkan oleh Kemenparekraf/Baparekraf.
“Sebelum Portamento meluncur, tata kelola untuk [platform] musik digital akan disiapkan dulu. Kemungkinan tiga bulan ke depan akan rampung,” ungkapnya.
Bicara mengenai platform musik digital, menurut Candra, keberadaannya saat ini cukup membantu pelaku industri musik untuk terus berkembang, terutama di masa pandemi Covid-19. Namun sayangnya, banyak yang tak menyadari bahwa banyak informasi penting dari karya-karya yang disebarluaskan lewat platform tersebut tak bisa diakses.
“Informasi penting atau metadata ini sepenuhnya jadi milik mereka, seperti preferensi audiens seperti apa. Padahal itu penting untuk keperluan pembuatan karya ke depannya. Aturan mengenai metadata ini juga perlu disiapkan selain monetisasi,” pungkasnya.