Mutasi virus corona B117/istimewa
Health

Berapa Lama Antibodi Covid-19 Bertahan? Ini Kata Epidemiolog

Mia Chitra Dinisari
Minggu, 21 Maret 2021 - 14:20
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Epidemiolog UNS Tonang Dwi Ardyanto menjelaskan eprihal berapa lama antivodi covid-19 bisa bertahan dari serangan virus corona.

Antibodi ini bisa terbentuk dari dua hal. Pertama secara alami yang terjadi pada pasien yang pernah terinfeksi covid-19, dan pada mereka yang disuntik.vaksin covid-19.

Dia menjelaskan, laporan tentang berapa lama antibodi bertahan, sejauh ini adalah 8 bulan. Sebelumnya laporan bervariasi dari 3 bulan, 5 bulan, 7 bulan.

"Wajar masih berubah-ubah karena memang baru selama itu pula pasien-pasien sembuh dari infeksi covid," tulisnya di akun facebooknya.

Dia mengatakan bisa saja data itu nanti akan bertambah lama. Bisa juga tidak. Laporan lain menduga bahwa memang kekebalan setelah terinfeksi covid itu lebih pendek bertahannya daripada virus lain seperti campak misalnya. Tapi diduga lebih mendekati SARS CoV 1. Ada laporan, antibodi SARS CoV 1 ada yang sampai 17 tahun. Tapi rata-rata bertahan selama 2 tahun.

SARS CoV 2 diduga juga mengikutinya. Walau memang ada beda. Infeksi SARS CoV 1 itu langsung menimbulkan gejala. Sedangkan SARS CoV 2, ada yang tidak sampai menimbulkan gejala. Tapi diharapkan minimal bertahan 1 tahun.

Lebih rinci, katanya, diduga ada 5 skenario antibodi paska infeksi covid-19. Pertama, naik tidak terlalu tinggi, tapi bertahan lama (A). Kedua, naik tinggi, kemudian turun signifikan, tapi masih relatif tinggi dan bisa bertahan lama. Ketiga, naik tinggi, tapi langsung turun tajam (C).

Titik puncak titer ini diduga pada hari ke 49 (khususnya IgG). Kemudian turun, tapi beda penurunannya. Pada A, turun sedikit saja, dan langsung bertahan lama. Pada B, turun signifikan, tapi masih relatif tinggi, dan bertahan lama. Pada C, turun signfikan, dan diduga sudah di bawah ambang protektif pada sekitar 105 hari. Atau ada yang melaporkan sebagai 3 bulan.

Skenario ke empat, setelah infeksi, terbentuk antibodi, tapi tidak mencapai level protektif. Kemudian langsung turun mengikuti pola skenario C. Skenario ke 5 adalah kelompok non responder. Setelah terkena infeksi, antibodi nya mungkin terbentuk, tapi tidak mencapai level deteksi.

Kelompok Non responder ini, kalau di tes dengan rapid test antibodi, tidak terdeteksi. Tapi kalau diuji dengan daya netralisasi, diduga masih ada daya, walau lemah. Mengapa, karena daya netralisasi itu gabungan dari semua antibodi dalam serum bersama-sama dihadapkan dengan virus.

Jadi kekebalan itu sebenarnya tidak hanya oleh satu dua antibodi. Banyak antibodi. Bahkan juga tidak hanya antibodi. Ada lagi sistem seluler, yang juga berperan penting. Begitu juga sel memori.

"Jadi memang mengukur antibodi itu penting, tapi tidak boleh gegabah. Harus paham posisi dan fungsinya. Apalagi, sampai saat ini, berapa titer antibodi minimal yang bersifat protektif, masih belum berani ditetapkan," tambahnya.

Dengan kondisi tersebut, lanjutnya, belum ada yang bisa menyatakan kapan perlu booster lagi karena batas minimalmnya saja belum tahu.

Ringkasnya, menurut dia lagi, di tengah situasi keterbatasan vaksin seperti saat ini, informasi perlunya booster bahkan hanya dalam waktu 2 bulan, itu jelas tidak kondusif mendukung penanganan pandemi.

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro