Bisnis.com, JAKARTA - Sebuah penelitian melaporkan anak-anak yang terinfeksi Covid-19 mengalami kondisi inflamasi seperti kebingungan, halusinasi, gangguan bicara, serta masalah dengan keseimbangan dan koordinasi.
Laporan tentang gejala neurologis ini diketahui setelah para peneliti memantau perkembangan 46 pasien anak di salah satu rumah sakit di London. Sebanyak 24 anak mengalami gejala yang belum pernah mereka miliki sebelumnya itu.
Beberapa pasien dengan gejala neurologis membutuhkan ventilator. "Itu karena mereka sangat tidak sehat dengan syok sistemik sebagai bagian dari hiperinflamasi," kata seorang penulis penelitian, Dr. Omar Abdel-Mannan seperti dilansir dari The New York Times, Rabu (14/4/2021)
Abdel-Mannan yang juga seorang periset dari University College London's Institute of Neurology itu mengatakan pasien dengan gejala neurologis juga membutuhkan pengobatan untuk meningkatkan kemampuan jantung.
Dia mengatakan kondisi ini disebut multisystem inflamasi sindrom pada anak-anak (MIS-C), biasanya muncul dua hingga enam minggu setelah infeksi Covid-19, seringkali menghasilkan gejala ringan atau tidak sama sekali. Sindrom ini katanya jarang terjadi tetapi bisa berujung pada kondisi serius.
Temuan baru memperkuat teori bahwa sindrom ini terkait dengan lonjakan peradangan yang dipicu oleh respons imun terhadap virus. Abdel-Mannan mengatakan gejala neurologis sebagian besar muncul setelah gejala fisik.
Terperinci, Abdel-Mannan menyatakan 14 dari 24 pasien anak-anak yang dipantau dalam penelitian mereka mengalami ensefalopati seperti kebingungan, masalah dengan ingatan atau perhatian, serta fungsi mental yang berubah.
Sebanyak 6 anak yang memiliki gejala neurologis itu mengalami halusinasi. "Mereka menggambarkan orang-orang yang tidak ada di ruangan, melihat kartun atau hewan bergerak di dinding. Ada juga yang mendengar suara-suara misterius," kata Abdel-Mannan.
Adapun 6 anak lainnya mengalami lemah otot atau kesulitan mengendalikan otot. Sebanyak 4 anak memiliki masalah keseimbangan atau koordinasi dan seorang anak mengalami kejang, serta tiga anak memiliki kelainan saraf perifer termasuk kelemahan pada otot wajah atau bahu. Tak hanya itu, 1 pasien anak mengalami kerusakan saraf perifer yang mengharuskan penggunaan kruk dan transplantasi saraf.
Lebih lanjut Abdel-Mannan menuturkan beberapa pasien menjalani pemindaian otak, tes konduksi saraf atau electroencephalograms (EEGS), termasuk 14 yang menunjukkan aktivitas listrik yang lebih lambat dalam otak mereka.
Dia menambahkan sejauh ini kondisi neurologis tersebut tidak menimbulkan kematian. "Hampir semua anak membuat pemulihan fungsional yang lengkap," pungkasnya.