Bisnis.com, JAKARTA - Anda salah satu orang memiliki kebiasaan menggigit kuku saat stres atau bosan?
Jika termasuk kategori tersebut, lebih baik hentikan kebiasaan tersebut dari sekarang. Menggigit kuku rentan pada infeksi virus dan bakteri.
Melansir dari cnalifestyle, dokter residen DTAP Clinic, Julian Hong, menyatakan itu cukup lazim di Singapura dan sekitarnya. Satu dari lima orang dewasa antara usia 17 dan 35 tahun, dan berpotensi lebih tinggi karena orang mungkin tidak menyadari itu adalah masalah atau malu mencari bantuan.
“Angka-angka di atas usia 40 tidak begitu terkenal dan terdokumentasi,” ujar Hong.
Ia juga menyatakan bahwa kebiasaan tersebut cenderung lebih mempengaruhi perempuan daripada laki-laki.
Beberapa orang mengatakan ini adalah mekanisme untuk menghibur atau menenangkan diri sendiri, seperti yang dilakukan bayi dengan empeng.
Namun Hong mengatakan tidak ada penyebab pasti yang diketahui mengapa orang menggigit kuku. Bahkan ada kemungkinan hal itu ada di gen.
Dari segi genetika, beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang yang menggigit kuku, empat dari 10 orangnya juga memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan ini. Twin Studi juga menunjukkan dukungan kuat untuk elemen genetik ini.
"Saat ini masih banyak yang berpikir itu tidak berbahaya, kebiasaan menggigit kuku kronis atau dikenal sebagai onikofagia mungkin terkait dengan gangguan obsesif kompulsif atau gangguan kecemasan, meskipun ini tidak selalu terjadi", kata Dr Hong.
Selain kuku yang tidak sedap dipandang, ada masalah kesehatan yang bisa muncul dari kebiasaan tersebut. Misalnya, menggigit dapat menyebabkan deformitas tepi kuku, alas kuku, dan pelat kuku. Kemudian, infeksi juga bisa mengakar di kuku.
"Kerusakan pada kuku dan kulit di sekitarnya juga bisa membuat seseorang lebih rentan terhadap infeksi virus seperti herpes dan bahkan kutil virus”, ujarnya.
Lebih lanjut, menggigit kuku seperti memindahkan bakteri dari jari ke mulut. Dalam beberapa kasus, bakteri yang resisten terhadap antibiotik dapat berpindah mengakibatkan infeksi pada gusi dan bahkan gigi.
Untuk membantu seseorang yang memiliki kebiasaan menggigit kuku bisa dengan omelan, hukuman fisik berupa saus sambal dioleskan di ujung jari mereka untuk menghalangi kegiatan tersebut.
Tetapi pendekatan yang lebih baik adalah membantu penggigit kuku menyadari tanda-tanda peringatan yang mengarah pada tindakan sebelum gigitan kuku terjadi, dan bagaimana mengintervensi dengan gangguan atau tanggapan alternatif.
Kemudian cara mengatasi untuk berhenti tanpa bantuan orang lain adalah dengan berhenti sejenak sebelum menempelkan jari ke gigi.
“Jeda itu tanda peringatan, dan intervensi bisa meditasi dan pernapasan dalam,” tambah Hong.
Ada juga strategi lain seperti mengoleskan cat kuku yang aman namun terasa pahit, atau menggunakan gelang warna-warni untuk menarik perhatian saat Anda mengangkat tangan ke mulut.
Saat ini ada beberapa obat mood yang telah digunakan untuk mengurangi menggigit kuku tetapi keberhasilannya masih terbatas. Misalnya, n-asetil-sistein, prekursor asam amino sistein, dapat mengatur glutamin dan berperan dalam sistem penguatan imbalan. “Obat tersebut tersedia tanpa resep dan relatif aman," ujarnya.
Namun, studi kontrol tersamar ganda tidak menunjukkan itu lebih berhasil daripada plasebo. Konsultasikan dengan dokter terlebih dahulu sebelum mengobati sendiri. Kekambuhan bisa terjadi saat Anda mencoba memutus siklus, dan terkadang, bisa berulang bahkan setelah lebih dari tiga bulan," kata Dr Hong.
Tidak ada strategi yang terbukti manjur untuk mengatasi hal tersebut karena gejalanya berbeda pada setiap orang.
Cara paling tepat, harus mencari bantuan medis jika tidak mampu mengatasi kebiasaan menggigit kuku yang mempengaruhi kualitas kehidupan sehari-hari Anda.