Bisnis.com, JAKARTA – Biasanya, ketika Anda mendapatkan vaksin Covid-19 yang membutuhkan dua dosis, Anda harus melakukan vaksinasi dengan jenis vaksin yang sama. Dua vaksin Pfizer atau dua vaksin Moderna.
Ide menggunakan dua jenis vaksin bukanlah konsep baru. Penggunaan dua vaksin dikenal sebagai vaksinasi heterolog. “Di Inggris saat ini, kami menyebutnya dengan mix and match,” kata Profesor Imunologi di London School of Hygiene and Tropical Medicine, Helen Fletcher.
Dia juga mengatakan kekurangan vaksin atau kekhawatiran tentang efek samping dapat mendorong setiap pejabat kesehatan untuk mengadopsi metode ‘mix and match’ ini.
“Jadi ada alasan praktis mengapa harus mencampur dua jenis vaksin yang berbeda. Tetapi ada juga alasan ilmiahnya,” tambahnya, Kamis (6/5/2021).
Badan kesehatan di Prancis dan Jerman telah mendorong orang-orang yang mendapatkan vaksin AstraZeneca untuk mempertimbangkan mendapatkan salah satu vaksin mRNA untuk suntikan kedua mereka.
Pada dasarnya, semua vaksin bekerja dengan menunjukkan sistem kekebalan seseorang yang tampak seperti virus yang menyerang tetapi sebenarnya tidak. Jika virus yang sebenarnya muncul, sistem kekebalan mereka akan mengenalinya dan bersiap untuk melawannya.
“Jika Anda memberikan dua jenis vaksin yang berbeda, maka cenderung mendapatkan respons imun yang lebih baik daripada jika memberikan vaksin yang sama dua kali,” kata Fletcher.
Beberapa produsen vaksin telah menggunakan pendekatan ini dan merancang dua jenis vaksin yang berbeda. Salah satunya adalah sebuah perusahaan bernama Gritstone bio yang berpusat di Emeryville, California.
Gritstone telah mengembangkan dua vaksin berbeda untuk mengaktifkan setiap sel imun dalam tubuh dengan vaksin vektor virus dan vaksin mRNA. Vaksin vektor virus sangat baik dalam merangsang produksi sel T CD8.
“Vaksin mRNA membuat respons antibodi yang sangat baik, dengan menggabungkan keduanya, diyakini Anda akan mendapatkan yang terbaik," kata Allen
Tidak seperti antibodi, sel T CD8 tidak mengenali virus secara langsung, tetapi mereka mengenali sel yang telah terinfeksi oleh virus dan mereka dapat menghancurkan sel yang terinfeksi.
Bali Pulendran seorang profesor di Violetta L. Horton dan profesor imunologi dan mikrobiologi di Universitas Stanford mengatakan, percobaan mix and match ini telah dicoba dengan vaksin untuk berbagai penyakit. Seperti penyakit HIV, malaria, TB, bahkan influenza.
Alasan lainnya adalah bahwa meskipun metode mix and match mungkin masuk akal secara ilmiah, itu tidak selalu masuk akal secara bisnis. Jika perusahaan kecil seperti Gritstone menunjukkan bahwa strategi ini benar-benar bisa digunakan, perusahaan farmasi lain akan menemukan cara untuk menyelesaikan masalah bisnis tersebut.