Bisnis.com, JAKARTA - Lebaran umumnya dirayakan dengan silaturahmi dan makan bersama keluarga di rumah. Akan tetapi di Aceh, masyarakatnya punya tradisi makan bersama di area pemakaman. Mereka menyebutnya sebagai kenduri jeurat.
Tradisi ini merupakan tradisi turun temurun yang dilaksanakan setelah Idulfitri. Seperti dikutip dari NU Online, fenomena ini sebagaimana dilakukan masyarakat di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), sebagian wilayah pantai barat-selatan Aceh, dan beberapa kabupaten lainnya di Aceh.
Tentu saja, tradisi ini tidak sekadar kumpul-kumpul atau makan bersama. Lebih dari itu, kenduri jeurat merupakat tradisi ziarah kubur atau mendoakan para anggota keluarga, orang tua, dan leluhur. Agak mirip dengan tradisi munggahan di tempat lain, hanya tanpa acara makan-makan.
Jadwal kenduri kuburan atau kenduri jeurat dilaksanakan sesuai keputusan rapat warga desa, biasanya dimulai pada hari ketujuh Lebaran (Idulfitri) sampai memasuki hari belasan Lebaran.
Prosesi kenduri jeurat berlangsung di sejumlah lokasi kuburan umum dalam Kecamatan Kuala Batee dan Babahrot. Kenduri di lokasi pemakaman umum itu digelar dengan acara lumayan besar. Anggota keluarga yang berdomisili di luar daerah setempat pulang ke kampung asal untuk melaksanakan kenduri arwah yang sudah tiada.
"Tradisi yang dilakukan masyarakat Aceh juga bagian dari anjuran agama," kata Tgk Ibnu AB, tokoh agamawan Aceh. Menurut Tgk Ibnu, umat Islam telah diperintah untuk ziarah kubur. Rasulallah SAW dan para sahabat juga menjalankan ziarah kubur.
"Jadi tidak ada dasar sama sekali untuk melarang ziarah kubur, karena kita semua tahu bahwa Rasulallah pernah ziarah ke makam Baqi’ dan mengucapkan kata-kata yang ditujukan kepada para ahli kubur di makam Baqi’ tersebut," katanya.
Menurut Tgk Ibnu, hal ini sebagaimana Rasulallah SAW bersabda, "Dahulu aku telah melarang kalian berziarah ke kubur. Namun sekarang, berziarahlah kalian ke sana." Juga dalam hadits lain Rasulallah SAW bersabda, "Aku meminta izin kepada Allah untuk memintakan ampunan bagi ibuku, tetapi Allah tidak mengizinkan. Kemudian aku meminta ijin kepada Allah untuk berziarah ke makam ibuku, lalu Allah mengizinkanku."
Tgk Ibnu menyebutkan tradisi masyarakat Aceh ini bukanlah perkara bidah sebagaimana yang didengungkan sebagian orang.
Di antara bentuk tradisi kenduri jeurat, masyarakat ada yang mempersiapkan menu kenduri beragam masakan dengan dominan bahan dari ikan dan daging. Beragam jenis kue basah dan kering juga dibawa ke lokasi untuk dihidangkan dalam kenduri.
Biasanya, setiap kampung seperti di Kabupaten Abdya sudah dibentuk panitia khusus untuk melaksanakan kenduri. Pada hari kenduri dilakukan pembacaan Alquran dilanjutkan doa bersama dipimpin iman syik gampong setempat. Di beberapa tempat, pembacaan ayat-ayat suci dilaksanakan satu malam sebelum hari H.
Kegiatan kenduri jeurat terkadang juga diwarnai adanya santunan terhadap belasan anak yatim di lokasi kuburan. Kepada anak yatim selain dijamu makan, termasuk makanan untuk dibawa pulang, juga diserahkan santunan berupa uang sumbangan dari anggota keluarga atau ahli waris.
Fenomena kenduri jeurat di Aceh Utara sebelum acara, terlebih dulu dilaksanakan musyawarah gampong bertujuan membentuk panitia khanduri. Biasanya, khanduri jeurat di sana dilaksanakan pada hari kedua atau ketiga hari raya.
Di hari khanduri, warga membawa peralatan memasak yang berdekatan dengan Tempat Pemakaman Umum (TPU). Ada kebiasaan menyembelih anak kambing juga saat khanduri berlangsung. Namun, beberapa warga juga masih tetap membawa makanan dari rumah masing-masing.
Dalam kegiatan tersebut, bukan hanya dihadiri warga yang sanak familinya dimakamkan di komplek kuburan tersebut, tetapi seluruh warga diperkenankan hadir, baik yatim maupun jompo.
Di kompleks pemakaman, warga berdoa bersama yang dipimpin oleh seorang teungku, kemudian dilanjutkan dengan makan bersama.
Di Aceh Utara juga terdapat tradisi yang sama. Kenduri jeurat berlangsung dua kali setahun, yakni saat Idulfitri dan Iduladha.
Menurut beberapa orang tua di Aceh, dari sisi agama, kenduri jeurat bertujuan memuliakan anggota keluarga yang sanak saudaranya sudah berpulang ke rahmatullah. Secara hukum adat, kenduri jeurat dipandang sebagai tradisi turun temurun sejak nenek moyang.
Melihat dari banyak perspektif, tradisi tersebut bukan hanya bernilai pahala juga banyak sisi positif sosial dan edukatif. Tentunya tradisi kenduri jeurat patut dijaga diteruskan generasi penerus sebagai bentuk kearifan lokal bernilai religi yang telah lama dilakukan endatu atau para sesepuh.