Bisnis.com, JAKARTA - Tidak lagi mengenakan masker setelah menerima vaksin Covid-19 dosis kedua atau dosis lengkap dinilai sebagai tindakan keliru.
Menurut Ketua Kelompok Kerja Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Erlina Burhan, vaksin dosis lengkap saja belum mampu memberikan perlindungan maksimal terhadap infeksi Covid-19 di Tanah Air.
Vaksinasi perlu diikuti oleh penerapan protokol kesehatan yang terdiri dari 5M, yakni menggunakan masker, mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas.
“Jangan euforia setelah divaksin, karena vaksin enggak 100 persen memberi kekebalan,” katanya, Jumat (21/5/2021).
Lebih lanjut, Erlina menjelaskan bagaimana vaksin bekerja memberikan kekebalan tubuh terhadap Covid-19. Dia menganalogikan vaksin yang disuntikkan ke dalam tubuh seperti tentara.
Ketika dosis lengkap sudah diterima, maka tentara yang ada di dalam tubuh untuk memerangi infeksi Covid-19 makin banyak dan siap memberikan proteksi maksimal.
“Jadi vaksinasi itu tujuannya melatih sistem imun kalau ada benda asing masuk. Analoginya setelah dosis lengkap tentara yang memberikan proteksi sudah maksimal. Tetapi jadi masalah ketika mereka yang sudah divaksinasi dosis lengkap tapi tidak menggunakan masker, virus yang menginfeksi tentu bisa makin banyak. Kondisi tentara akan keletihan dan habis sangat mungkin terjadi,” tuturnya.
Lantas, mengapa Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention/CDC) memperbolehkan warga Amerika Serikat yang sudah menerima dosis lengkap vaksin Covid-19 melepas maskernya?
Guru Besar Universitas Indonesia Profesor Zubairi Djoerban mengatakan masih tingginya angka penularan Covid-19 di Indonesia membuat hal serupa bisa diterapkan di Indonesia.
"Lupakan pedoman CDC untuk melepas masker bagi yang sudah divaksin. Saya tidak setuju. Itu belum bisa berlaku di sini. Konsekuensi melepas masker terlalu dini itu besar. Kita pun tak dapat secara efektif mengetahui apakah seseorang sudah divaksin atau belum itu hanya dari masker," katanya belum lama ini.
Selain itu, hal yang patut menjadi pertimbangan adalah masih rendahnya persentase penerima vaksin dari keseluruhan populasi. Demikian halnya dengan perbedaan jenis vaksin yang digunakan di Negeri Paman Sam dan Indonesia.
Kepala Perwakilan UNICEF wilayah Jawa dan Tim Inti Komunikasi Publik Komite Pengendalian Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) Tubagus Arie Rukmantara mengatakan vaksinasi pada dasarnya tidak bisa sepenuhnya diandalkan untuk mengatasi terjadinya wabah penyakit. Dia memberikan contoh pandemi Flu Spanyol yang sukses dihentikan bukan karena vaksin.
“Spanish flu itu tidak dihentikan oleh vaksin, bibitnya ditemukan 22 tahun setelahnya. Berhasil dihentikan karena mobilitas dihentikan, Hindia Belanda tidak menerima pelayaran dari manapun. Tetapi vaksin ini ya juga diperlukan, best practice-nya pada penyakit rabies,” katanya.
Selain itu, menurut Arie penggunaan masker juga memberikan manfaat lebih dari sekadar mencegah diri terpapar dari Covid-19. Banyak manfaat lainnya yang bisa didapatkan, salah satunya adalah mengurangi potensi terjangkit flu.
“Untuk di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan menggunakan masker juga bermanfaat untuk mengurangi paparan polusi,” ungkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #jagajarakhindarikerumunan #cucitangan #cucitangandengansabun