Bisnis.com, JAKARTA – Memasuki musim pancaroba menjadi tanda awal berkembang biaknya nyamuk, terutama pada nyamuk aedes aegypti yang dapat menularkan beberapa virus melalui gigitannya.
DBD memiliki gejala awal yang serupa dengan Covid-19. Banyak orang akan mengira bahwa seseorang yang terjangkit DBD ternyata malah dianggap sebagai gejala awal terserang virus Covid-19. Ternyata, walaupun gejala demam terjadi di antara kedua penyakit tersebut sama, tetapi polanya berbeda.
Melansir dari laman resmi Kemenkes (sehatnegeriku.kemkes.go.id), Perwakilan Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Erni Juwita Nelwan, KPTI menjelaskan pola demam antara dengue dan Covid-19 berbeda. Pada demam dengue fase demam itu terjadi akibat diremia yang berarti di dalam darah tersebut terdapat virus yang beredar.
“Jika pasien minum obat penurun panas, maka demam akan turun namun tidak lama kemudian demam akan naik lagi. Jadi demam pada demam berdarah itu sulit diturunkan dengan obat turun panas. Pasien akan banyak berkeringat karena efek samping dari obat turun panas tersebut dia berusaha menurunkan panas tapi di satu sisi penyebab demam nya ada terus di dalam darah,” kata Erni pada Konferensi Pers Asean Dengue Day 2021 secara virtual, Kamis (10/6).
Berbeda dengan demam Covid-19, pola demam dengue ada secara mendadak dan langsung tinggi. Demam dengue sulit diturunkan oleh obat karena penyebab demamnya itu ada terus dalam darah sampai biasanya kurang lebih 3 hari. Ditambah lagi demam tersebut bisa disertai dengan gejala respirasi yang didominasi seperti sesak napas, batuk, susah menelan, dan anosmia (kondisi saat seseorang tidak bisa mencium bau).
Demam dengue juga memiliki ciri khas, yaitu mengalami sakit kepala yang khas yaitu sakit kepala di bagian depan kepala atau di belakang bola mata.
Seseorang yang mengalami demam dengue akan melalui masa inkubasi. Masa inkubasi adalah fase saat virus masuk ke dalam darah, namun belum menimbulkan gejala sampai kemudian jumlah virus cukup banyak dan sudah beredar di dalam darah yang akan menimbulkan penyakit atau demam. Penularan dengue tidak terjadi seketika tetapi ada masa inkubasinya selama 5-10 hari.
Demam dengue yang terjangkit pada anak-anak biasanya terjadi secara mendadak dan muka mengalami merah khas. Perwakilan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Mulya Rahma Karyanti mengatakan yang dominan pada demam dengue adalah demam kemudian sakit kepala dan batuk pilek nya lebih ringan dibanding pada Covid-19.
“Pada infeksi dengue biasanya demam terjadi mendadak tinggi, namun setelah hari ketiga pada saat memasuki fase kritis yang harus diperhatikan adalah jangan sampai anak kekurangan cairan obat karena di fase inilah terjadi kebocoran pembuluh darah yang bisa menyebabkan kematian. Sedangkan pada COVID-19 demam bisa tinggi tapi bisa disertai dengan batuk pilek dan bertambah sesak. Terutama masa kritisnya adalah pada akhir minggu pertama, di sinilah saturasi oksigen bisa menurun,” tutur dr. Mulya.
Pada fase kritis di antara hari ke-3 sampai hari ke-6 terjadi kebocoran dari pembuluh darah yang bisa menyebabkan syok hipovolemik yang menyebabkan kan pembuluh darah bocor. Apabila cairan obat yang diberikan kurang, maka menimbulkan kemungkinan akan menyebabkan kematian. Lalu, setelah memasuki hari ke-6 sudah masuk ke fase penyembuhan.
Pada COVID-19, demam yang dirasakan oleh anak-anak tidak membuat muka menjadi merah. Penyakit yang biasa dikeluhkan berupa demam, itu bisa sampai 5 sampai 7 hari disertai batuk pilek yang lebih dominan dan makin tambah sesak, serta saturasi oksigen nya menurun.
Pada minggu pertama terinfeksi Covid-19, terjadi demam, kemudian menjelang akhir minggu pertama ini antara hari ke-5 sampai hari ke-7 mulai ada gejala – gejala respiratorik seperti sesak, batuk pilek yang merupakan tanda-tanda gejala Covid-19 semakin berat.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #jagajarakhindarikerumunan #cucitangan #cucitangandengansabun