Bisnis.com, JAKARTA – Jika Anda benar-benar ingin merasakan suasana berbeda dari Jakarta, mungkin inilah saatnya untuk mempertimbangkan perubahan lingkungan.
Menurut The Least and Most Stressful Cities Index 2021, yang menganalisis dan memeringkat 100 kota global, berdasarkan tingkat stresnya, Jakarta berada di peringkat 9, tepat berada di bawah Moskow (Rusia)dan Karachi (Pakistan) sebagai kota paling stres di dunia.
Mumbai, kota terbesar di India, adalah kota yang menempati posisi pertama untuk kota yang paling stres diikuti Lagos (Nigeria), Manila (Filipina), New Delhi (India), Baghdad (Irak), Kabul (Afghanistan), Moskow (Rusia), Karachi (Pakistan), Jakarta (Indonesia) dan di urutan sepuluh Kiev (Ukraine).
Pemeringkatan kota didasarkan pada skor mereka untuk 16 faktor, termasuk tata kelola, tekanan sosial dan keuangan, polusi, dan dampak pandemi Covid-19.
Baca Juga Tua di Jalan Bukan Isapan Jempol |
---|
Gelar kota paling tidak stres di dunia dimenangkan oleh Reykjavik, ibukota pesisir Islandia. Mengutip dari Hongkong Tatler, Reykjavik menawarkan pemandangan alam laut dan perbukitan hijau yang luas sambil juga menjadi rumah bagi spa geothermal Blue Lagoon yang terkenal. Pada bulan Maret, Islandia dinobatkan sebagai Negara paling bahagia kedua di dunia, berada persis di bawah Finlandia, yang menempati posisi pertama empat tahun berturut-turut sejak 2018.
Selain Reykjavik yang menempati posisi pertama untuk kota paling tidak stres di dunia, Bern (Switzerland) menempati posisi kedua, diikuti Helsinki (Finland), Wellington (New Zealand), Melbourne (Australia), Oslo (Norwegia), Copenhagen (Denmark), Innsbruck (Austria), Hanover (Jerman) dan Graz (Austria).
Sebagian besar kota peringkat terendah untuk stres berada di Barat. Tidak ada kota di Asia yang masuk dalam 25 besar dan tujuh kota termasuk Jakarta dan Manila (Filipina) berada di antara 10 kota yang paling stres.
Namun, ada beberapa titik terang untuk kota-kota Asia. Singapura, di mana produk minyak CBD illegal, menduduki puncak grafik untuk kesehatan mental - kategori di mana kota-kota Asia melakukannya dengan baik, dengan Jakarta, Tokyo (Jepang), Seoul (Korea Selatan), Hanoi (Vietnam) , dan Manila semuanya masuk 10 besar.
Melansir South China Morning Post, Singapura, yang menempati peringkat ke-33 secara keseluruhan, dinilai sebagai yang terbaik ketiga untuk keselamatan dan keamanan, sementara Bangkok (Thailand) memiliki tingkat pekerjaan terbaik kedua dan Tokyo berada di urutan ketiga untuk akses ke perawatan kesehatan. Hanya delapan kota di dunia yang memiliki polusi cahaya lebih sedikit daripada Hanoi, kategori di mana Doha (Qatar) mendapat skor terburuk.
“Tujuannya bukan untuk memilih kota-kota yang mungkin tertinggal di salah satu area ini, tetapi lebih menyoroti kota-kota yang menjadi contoh utama dari apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduknya,” kata Finn Age Hänsel, co -pendiri Vaay kepada South China Morning Post.
“Kami berharap hasil penelitian ini menjadi barometer yang berguna bagi kota dan warga untuk menilai kembali lingkungan mereka dan bekerja sama menuju kota-kota berkembang yang tidak menimbulkan stres untuk ditinggali.”
Wellington dan Auckland di Selandia Baru memiliki skor stabilitas sosial politik terbaik, sedangkan Kabul (Afghanistan) memiliki skor terburuk.
Studi ini juga memperhitungkan bagaimana Covid-19 telah memengaruhi penduduk perkotaan.
“Akan lalai untuk merilis penelitian ini sekarang, selama periode stres yang berkepanjangan bagi banyak orang, dan bukan faktor dalam pandemi virus corona,” kata Hänsel.
Studi ini menilai respons masing-masing pemerintah terhadap pandemi dan bagaimana langkah-langkah yang mereka ambil memengaruhi tingkat stres penduduk.
Kota yang muncul sebagai kota yang paling tidak tertekan oleh pembatasan Covid-19, secara mengejutkan, adalah Tokyo, di mana tekanan meningkat pada pihak berwenang untuk membatalkan Olimpiade 2020 yang tertunda.
“Meskipun penduduk Jepang khawatir tentang potensi kerusakan Olimpiade terhadap penyebaran Covid, Jepang berhasil menjaga ekonomi dan populasinya relatif aman selama enam bulan terakhir,” jelas Hänsel.
“Dukungan keuangan cepat dan efisien, yang berarti Jepang akan bersiap untuk pemulihan yang lebih cepat ... dan untuk efek yang akan ditimbulkan oleh Olimpiade, mungkin saja ini memiliki efek positif seperti yang dialami Euro 2020 di Eropa saat ini. ”